REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Panitia aksi damai pro-Palestina di London mengatakan mereka mengambil langkah yang tidak bertentangan dengan kegiatan hari Gencatan Senjata. Pada Ahad (12/11/2023) Inggris memperingati orang-orang yang gugur dalam Perang Dunia I.
Dalam peringatan itu Raja Charles III dan perdana menteri negara-negara Persemakmuran meletakkan karangan bunga di tugu peringatan perang nasional yang dikenal dengan nama Cenotaph. Peringatan ini sakral dan penting bagi Inggris.
Pawai aksi damai pro-Palestina dimulai pada Sabtu (11/11/2023) tengah hari selama lebih satu jam setelah massa melakukan mengheningkan cipta selama dua menit. Kemudian bergerak ke Hyde Park lalu ke Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang tidak dekat Cenotaph.
Hundreds of thousands of people rallied in London to demand a ceasefire in Gaza in the largest demonstration in support of Palestine in the UK and one of the largest in British political history ๐ pic.twitter.com/vFLpTm1qSm
— Al Jazeera English (@AJEnglish) November 12, 2023
Direktur Kampenye Solidaritas Palestina, Ben Jamal mengatakan pawai itu menyerukan diakhirinya pengeboman di Gaza dan mengkritik Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman yang mengkarakterkan peserta aksi sebagai ekstremis yang akan merusak Cenotaph. Kelompok yang menggelar aksi Sabtu kemarin menggelar aksi serupa di London sejak Israel mengebom Jalur Gaza.
"Kami mengatakan pada polisi kami tidak ingin berada di dekat Whitehall pada 11 November; kami tidak ingin mengganggu persiapan peringatan pada hari Minggu," kata Jamal pada BBC.
"Tidak dapat dibayangkan, kecuali dia (Braverman) tidak berbicara dengan polisi, menteri dalam negeri tidak tahu kapan ia harus memberikan pernyataan," tambahnya.
Sebelumnya Braverman mengatakan polisi London bersikap lebih lunak terhadap para demonstran pro-Palestina dan pendukung Black Lives Matter dibandingkan dengan para pengunjuk rasa sayap kanan atau hooligan sepakbola. Braverman mengatakan bahwa olisian Metropolitan London mengabaikan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh "massa pro-Palestina."
Dalam upaya untuk mencegah konfrontasi, polisi mengumumkan zona eksklusi di sekitar Cenotaph dan menempatkan penjaga 24 jam di sekitar tugu peringatan. Para pengunjuk rasa juga dilarang berada di jalan-jalan di sekitar Kedutaan Besar Israel, di dekat tempat dimulainya pawai, dan beberapa daerah di sebelah Kedutaan Besar AS.
Meskipun aksi damai tersebut sebagian besar berlangsung damai, para pengunjuk rasa terus menggunakan bahasa yang memicu kekhawatiran di antara banyak kelompok Yahudi dan mereka yang melihat tindakan Israel di Gaza sebagai tindakan yang sah untuk membela diri.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza dan meneriakkan "from the river to the sea, palestine will be free". Sementara para pendukung Palestina mengatakan yel-yel tersebut merupakan seruan kebebasan bagi semua orang yang tinggal di wilayah antara Sungai Yordan dan Laut Tengah, banyak orang Yahudi melihatnya sebagai seruan untuk menghancurkan Israel.
Kepada kepada Sky News editor politik Jewish News Lee Harpin bahasa seperti itu menimbulkan ketakutan di kalangan komunitas Yahudi. Ia mengatakan meskipun mendukung hak untuk berunjuk rasa, gambar-gambar dari demonstrasi tersebut sering kali memiliki elemen-elemen pinggiran yang mengumbar kekerasan.
"Cukup adil untuk mengatakan, maksud saya, bagi sebagian besar komunitas Yahudi, melihat, melihat di media sosial, beberapa spanduk, slogan-slogan kebencian yang diteriakkan, ikat kepala yang paling tidak terlihat terkait dengan Hamas, sangat menakutkan, untuk, menyaksikan demonstrasi massal yang terjadi di jalan-jalan London," katanya.
"Bukan berarti semua orang yang ikut dalam demo-demo ini, melakukan kekerasan atau kebencian. Tapi pasti ada saja yang melakukan demo setiap minggunya," katanya