REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengisyaratkan bahwa ia tidak akan membiarkan Otoritas Palestina untuk memerintah Jalur Gaza jika perang Israel di wilayah kantong tersebut berakhir dengan tergulingnya Hamas dari kekuasaannya. Dia mengatakan, Israel akan mempertahankan kendali keamanan atas Gaza.
"Israel akan mempertahankan kendali keamanannya atas Gaza, termasuk kemampuan untuk masuk kapan pun kami ingin membasmi teroris yang mungkin muncul lagi," ujar Netanyahu, dilansir Middle East Monitor, Ahad (12/11/2023).
Sikap Netanyahu ini bertentangan dengan posisi Amerika Serikat (AS) yang meyakini wilayah Gaza harus berada di bawah pemerintahan Palestina. Washington mengatakan, Israel tidak dapat menduduki daerah kantong tersebut setelah perang. Sementara Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan, pemerintahan Gaza harus bersatu kembali dengan Tepi Barat yang sebagian dikelola oleh Otoritas Palestina (PA).
Kelompok perlawanan Palestina, Hamas telah memerintah Gaza sejak 2007. Hamas mengatakan, mereka beberapa kali menolak rencana yang digembar-gemborkan oleh Tel Aviv dan Washington mengenai bagaimana Jalur Gaza akan diatur setelah perang Israel berakhir.
Israel telah berjanji untuk menghancurkan kelompok Hamas, menyusul serangan lintas batas yang mengejutkan pada 7 Oktober, dan telah melancarkan invasi besar-besaran ke wilayah Gaza. Dalam konferensi pers, Netanyahu mengutarakan keluhannya mengenai silabus sekolah PA, yang menurutnya memicu kebencian terhadap Israel, dan kebijakannya dalam memberikan gaji kepada keluarga warga Palestina yang dipenjara di Israel.
“Tidak akan ada otoritas sipil yang mengajarkan anak-anaknya untuk melenyapkan negara Israel, tidak akan ada otoritas yang memberikan gaji kepada keluarga para pembunuh. Tidak mungkin ada otoritas yang dipimpin oleh seseorang yang, lebih dari 30 hari setelah pembantaian (7 Oktober), masih belum mengecamnya," kata Netanyahu
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, PA dapat memainkan peran di masa depan dalam mengatur Jalur Gaza. Abbas mengecam kekerasan terhadap warga sipil di kedua belah pihak, namun belum mengeluarkan kecaman tegas atas serangan 7 Oktober. Para pejabat Palestina mengatakan lebih dari 11.078 warga Gaza telah gugur akibat serangan Israel selama lima minggu terakhir, sekitar 40 persen di antaranya adalah anak-anak.
Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengatakan kepada Reuters, Israel berusaha untuk melanggengkan perpecahan antara dua wilayah Palestina yaitu Tepi Barat dan Gaza. “Upaya Israel untuk memisahkan Gaza dari Tepi Barat akan gagal, dan hal itu tidak akan diizinkan, apa pun tekanannya,” katanya.
PA dulunya menguasai Tepi Barat dan Gaza, namun digulingkan pada 2007 setelah perang saudara singkat dengan Hamas. Meskipun pemerintah negara-negara Barat ingin melibatkan Otoritas Palestina dalam masa depan Gaza, para diplomat mengatakan, ada juga kekhawatiran bahwa Abbas yang berusia 87 tahun tidak memiliki wewenang atau dukungan yang memadai dari rakyatnya untuk mengambil alih kekuasaan.
“Saat ini, tidak ada gambaran jelas tentang apa yang mungkin terjadi di Gaza setelah pertempuran berhenti,” kata seorang diplomat yang berbasis di Yerusalem.