REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Seorang pejabat kesehatan Palestina, pada Senin (13/11/2023) mengatakan, tidak ada tempat yang aman untuk mengevakuasi orang-orang yang terluka dan bayi yang baru lahir dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza. Karena tentara Israel telah mengepung rumah sakit tersebut selama tiga hari.
"Ada ratusan orang terluka yang tidak bisa meninggalkan rumah sakit," ujar Direktur Jenderal rumah sakit Gaza, Mohammed Zaqqout dalam sebuah pernyataan, dilansir Anadolu Agency.
Zaqqout mengatakan, pemadaman listrik dan terganggunya layanan medis di rumah sakit tersebut mengakibatkan 32 pasien dan bayi baru lahir meninggal dunia. Zaqqout mengatakan, tawaran Israel kepada rumah sakit untuk menyediakan sejumlah bahan bakar adalah “pengabaian terhadap dunia”. Ia mengatakan, jumlah yang ditawarkan tidak akan cukup untuk menghidupkan generator rumah sakit selama satu jam saja.
Sejak pekan lalu, wilayah sekitar beberapa rumah sakit di Gaza menjadi sasaran serangan udara besar-besaran Israel, termasuk beberapa serangan udara di dalam kompleks Rumah Sakit al-Shifa. Tentara Israel menuduh bahwa rumah sakit tersebut digunakan oleh kelompok Hamas sebagai pangkalan militer di bawahnya. Namun tuduhan itu dengan tegas dibantah oleh Hamas.
Pada Ahad (12/11/2023) pejabat setempat mengatakan, 22 rumah sakit, dari total 34 rumah sakit, tidak berfungsi akibat serangan Israel di Gaza. Ketika serangan Israel di Jalur Gaza memasuki hari ke-38, setidaknya 11.180 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7.700 anak-anak dan wanita. Sementara lebih dari 28.200 lainnya terluka.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja juga telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel sejak bulan lalu. Sementara itu, Israel mengklaim jumlah korban tewas di pihak mereka hampir 1.200 orang.