Rabu 15 Nov 2023 04:08 WIB

Pembersihan Etnis Ala Israel Melalui Migrasi Sukarela

Israel mendorong migrasi sukarela warga Arab Gaza ke negara-negara di dunia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina mengungsi ke Jalur Gaza selatan di Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, pada Rabu, (8/11/2023).
Foto: AP Photo/Hatem Moussa
Warga Palestina mengungsi ke Jalur Gaza selatan di Jalan Salah al-Din di Bureij, Jalur Gaza, pada Rabu, (8/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan, migrasi sukarela warga Palestina di Gaza adalah solusi kemanusiaan yang tepat untuk wilayah kantong yang terkepung itu. Sikap tersebut menurut para pejabat Palestina upaya yang mendukung pembersihan etnis. 

Komentar Smotrich muncul setelah anggota parlemen dan mantan duta besar Israel untuk PBB Danny Danon dan  mantan wakil direktur badan intelijen Mossad Ram Ben-Barak menerbitkan opini di The Wall Street Journal pada Senin (14/11/2023). Opini tersebut menyarankan pemindahan sebagian penduduk Gaza ke negara-negara yang mau menerima mereka.

Baca Juga

“Saya menyambut baik inisiatif anggota Knesset Ram Ben-Barak dan Danny Danon mengenai imigrasi sukarela warga Arab Gaza ke negara-negara di dunia. Ini adalah solusi kemanusiaan yang tepat bagi warga Gaza dan seluruh wilayah,” ujar Smotrich dalam postingan Facebook pada Selasa (14/11/2023). 

Menurut Smotrich,  dengan wilayah kecil seperti Jalur Gaza, tanpa sumber daya alam, dan sumber penghidupan yang mandiri, tidak memiliki peluang untuk hidup mandiri secara ekonomi dan politik. Dia menilai kondisi itu tidak bisa berjalan dalam kepadatan yang begitu tinggi dalam jangka waktu yang lama.

“Penerimaan pengungsi oleh negara-negara di dunia yang benar-benar menginginkan kepentingan terbaik mereka, dengan dukungan dan bantuan keuangan yang besar dari komunitas internasional, dan di dalam negara Israel adalah satu-satunya solusi yang akan mengakhiri penderitaan dan penderitaan orang-orang Yahudi dan Arab," ujar anggota kabinet sayap kanan itu. 

“Negara Israel tidak lagi mampu menerima keberadaan entitas independen di Gaza,” ujarnya.

Menanggapi komentar tersebut,  Sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina Mustafa Barghouti mengatakan dalam postingan di X, bahwa menteri tersebut mengungkapkan kebijakan dan niat sebenarnya dari pemerintah Israel. “Netanyahu sendiri mengatakan di awal perang Israel di Gaza bahwa semua warga Gaza harus menggusur rumah mereka. Pembersihan etnis adalah kejahatan perang dan dilakukan dengan membombardir penduduk sipil yang tidak terlindungi," ujarnya. 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan sebelumnya melobi para pemimpin Eropa untuk membantunya meyakinkan Presiden Mesir Abdul Fattah as-Sisi agar menerima pengungsi dari Gaza. Kementerian Intelijen Israel juga telah menguraikan proposal untuk mengevakuasi seluruh warga Palestina dari Gaza menuju Mesir.

Opini Danon dan Ben-Barak menyatakan, Eropa memiliki sejarah panjang dalam membantu pengungsi yang melarikan diri dari konflik. Berdasarkan contoh tersebut, mereka menyarankan negara-negara di seluruh dunia harus menawarkan tempat berlindung bagi penduduk Gaza yang ingin direlokasi. 

“Negara-negara dapat mencapai hal ini dengan menciptakan program relokasi yang terstruktur dengan baik dan terkoordinasi secara internasional,” tulis mereka.

Mayoritas warga Palestina diusir dari tanah airnya pada 1948 selama pembentukan negara Israel, sebuah peristiwa yang mereka sebut sebagai Nakba.  Kebanyakan orang di Gaza saat ini adalah anak atau cucu dari mereka yang mengungsi selama Nakba. Mereka kini berisiko tercabut kembali secara permanen, yang merupakan kejahatan perang menurut hukum internasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement