REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania tidak akan menandatangani perjanjian untuk menyediakan energi kepada Israel. Perjanjian ini rencananya akan diratifikasi pada Oktober lalu.
“Kami melakukan dialog regional tentang proyek-proyek regional. Saya pikir semua ini, perang (telah) terbukti, (perjanjian energi itu) tidak akan berlanjut. Kami tidak akan menandatangani perjanjian ini lagi. Dapatkah Anda membayangkan seorang menteri Yordania duduk di samping seorang menteri Israel untuk menandatangani perjanjian air dan listrik, sementara Israel terus membunuh anak-anak di Gaza?," kata Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, dilaporkan Aljazirah, Kamis (16/11/2023).
Yordania dan Israel telah mengadakan perjanjian perdamaian yang rapuh sejak 1994. Perjanjian perdamaian itu mengembalikan sekitar 380 km (236 mil) tanah Yordania yang diduduki dari kendali Israel dan menyelesaikan sengketa air yang sudah berlangsung lama.
“Kami (Yordania) menandatangani perjanjian perdamaian pada tahun 1994 sebagai bagian dari upaya Arab yang lebih luas untuk membangun solusi dua negara. Itu belum tercapai. Sebaliknya, Israel belum menjunjung tinggi bagiannya dalam perjanjian tersebut. Jadi kesepakatan damai harus tetap dikesampingkan untuk saat ini,” papar Safadi.
Safadi mengatakan, semua upaya Yordania dipusatkan untuk mengakhiri tindakan barbarisme yang dilakukan Israel di Gaza. Menurutnya, agresi dan kejahatan Israel tidak bisa dibenarkan sebagai upaya membela diri. Dia juga menyoroti kegagalan dunia internasional untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap Israel.
"Mereka (Israel) telah membunuh warga sipil tak berdosa dan menyerang rumah sakit. Jika ada negara lain yang melakukan sebagian kecil dari apa yang dilakukan Israel saat ini, kita akan melihat sanksi yang dikenakan terhadap negara tersebut dari seluruh penjuru dunia,” ujar Safadi.
Yordania akan segera menarik kembali duta besarnya untuk Israel sebagai tanggapan terhadap perang di Gaza. Yordania menuduh Israel menciptakan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Safadi mengatakan, Yordania tidak akan pernah berdialog mengenai siapa yang memerintah Gaza setelah perang. Menurutnya langkah tersebut sekarang dapat dilihat sebagai lampu hijau bagi Israel untuk melakukan apa pun yang diinginkannya.
“Jika komunitas internasional ingin membicarakan hal ini, mereka harus menghentikan perang sekarang,” ujar Safadi.
Yordania mengutuk keras pengeboman Israel di Gaza yang telah membunuh lebih dari 11.600 orang, termasuk lebih dari 4.700 anak-anak. Israel juga melancarkan serangan darat dan membatasi pasokan air, makanan, dan listrik ke wilayah kantong tersebut.
Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, memperingatkan tentang upaya yang disengaja untuk menghambat operasinya di Jalur Gaza. Dia mengatakan, UNRWA berisiko menutup semua pekerjaan kemanusiaannya karena kekurangan bahan bakar.
View this post on Instagram