REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) pada Jumat (17/11/2023) melaporkan, lebih dari 800.000 warga Palestina masih berada di Kota Gaza dan wilayah utara yang terkepung. Mereka bertahan di tengah operasi darat Israel dan pengeboman yang terus berlangsung.
"Angka ini menunjukkan bahwa dua pertiga penduduk di wilayah utara Jalur Gaza masih bertahan. Warga Palestina memutuskan untuk tetap tinggal di bagian utara walaupun terjadi kebrutalan yang biadab akibat pengeboman pendudukan Israel," ujar pernyataan PCBS, dilaporkan Anadolu Agency.
Pengeboman Israel menyebabkan pembunuhan massal terhadap warga sipil Palestina di rumah mereka sendiri dan kehancuran besar-besaran terhadap bangunan tempat tinggal, semua fasilitas sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, toko roti, dan fasilitas lainnya. Sepertiga dari populasi atau 400.000 warga Palestina di bagian utara Gaza telah mengungsi ke selatan Gaza.
“Penduduk saat ini tinggal di wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza (termasuk Deir Al-Balah, Khan Younis dan Rafah) berjumlah 1,43 juta orang," kata pernyataan PCBS.
Sejak 7 Oktober, militer Israel mengintensifkan serangannya di Gaza utara yang mengakibatkan kehancuran massal infrastruktur sipil, rumah sakit, masjid, gereja, dan seluruh kawasan pemukiman. Setidaknya 11.500 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7.800 wanita dan anak-anak. Sementara lebih dari 29.200 orang terluka.
Kantor hak asasi manusia PBB pada Jumat mengatakan, Israel harus menghentikan serangannya di Gaza, dan mendorong gencatan senjata. Juru bicara kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Jeremy Laurence mengatakan, hukum humaniter internasional harus didahulukan dan diutamakan.
"Perlindungan warga sipil, harta benda mereka, mata pencaharian mereka, semuanya harus didahulukan. Jika mereka (Israel) sekarang mendesak ke selatan Gaza, seruan terakhirnya adalah menghentikan semua ini. Gencatan senjata harus terjadi,” ujar Laurence.
Laurence mengatakan, perluasan operasi militer Israel ke Gaza selatan akan memperburuk risiko. Karena wilayah tersebut sudah padat penduduk akibat evakuasi dari utara ke selatan yang diperintahkan Israel bulan lalu.
“Perlindungan warga sipil adalah yang terpenting,” kata Laurence.