Ahad 19 Nov 2023 19:27 WIB

Erdogan dan Scholz Bersitegang Soal Serangan Israel di Gaza

Erdogan sebut Israel sebagai negara teror dan soroti Jerman yang dukung pembantaian.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan melakukan kunjungan singkat ke Jerman pada Jumat (17/11/2023) di tengah perbedaan pendapat yang mendalam antara kedua sekutu NATO tersebut mengenai perang di Gaza.
Foto:

Erdogan menegur anggapan bahwa serangannya terhadap Israel bernuansa anti-Semit. “Bagi kami, tidak boleh ada diskriminasi antara Yahudi, Kristen, dan Muslim di wilayah ini. Saya telah berjuang melawan anti-Semitisme. Saya seorang pemimpin yang memimpin perjuangan ini,” katanya.

Pihak berwenang Jerman telah melarang banyak demonstrasi pro-Palestina sebagai upaya untuk mencegah anti-Semitisme publik dan mengekang kekacauan. Berlin telah menjadi kritikus keras  Erdogan terhadap perbedaan pendapat di dalam negeri, dan mengakui bahwa dukungan regional terhadap Turki diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah pelik.

Terlepas dari perbedaan mereka, kerja sama ekonomi antara kedua negara terus berlanjut. Perdagangan bilateral Jerman dan Turki mencapai rekor 51,6 miliar euro (56,2 miliar dolar AS) pada tahun 2022.

Jerman adalah rumah bagi diaspora Turki terbesar di luar negeri. Mayoritas komunitas Turki yang berjumlah tiga juta jiwa adalah pendukung Erdogan.

Sikap Erdogan memicu pertanyaan di Jerman tentang kebijaksanaan menerima pemimpin Turki saat ini. Partai oposisi konservatif dan Partai Demokrat Bebas (FDP) yang liberal, yang merupakan anggota koalisi Scholz, mendesak kanselir untuk membatalkan pertemuan dengan Erdogan tersebut.

Meskipun sebagian besar konferensi pers didominasi oleh konflik Israel-Hamas, Erdogan dan Scholz juga berbicara tentang perjanjian gandum Rusia-Ukraina. Mereka juga berupaya menemukan titik temu dalam pakta migrasi yang disepakati pada 2016 antara Uni Eropa dan Turki untuk membendung kedatangan imigran di Eropa.

Erdogan mengaitkan diskusi yang sedang berlangsung mengenai kesepakatan tersebut, dengan proses aksesi Turki ke Uni Eropa yang sempat terhenti. Ia juga berharap mendapatkan dukungan Scholz untuk menghidupkan kembali perundingan mengenai modernisasi serikat pabean Turki dengan Uni Eropa, dan meliberalisasi visa bagi warga negara Turki menjelang pemilihan daerah mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement