Senin 20 Nov 2023 10:05 WIB

Gerakan Boikot Israel Beri Napas Baru pada Merek Soda Mesir Berusia 100 Tahun

Gerakan boikot terhadap produk pro Israel menciptakan peluang bagi produk lokal.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Boikot produk Israel (ilustrasi).
Foto: muslimvillage.com
Boikot produk Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Spiro Spathis, perusahaan minuman berkarbonasi tertua di Mesir, kembali mengalami kebangkitan yang sensasional. Didirikan pada 1920 oleh seorang peternak lebah Yunani dari Kefalonia yang menyandang nama “Spathis” telah menjadi bagian dari kehidupan generasi Mesir.

Kini, berkat kampanye nasional untuk memboikot produsen-produsen Barat yang mendukung Israel, merek berusia satu abad ini menyebabkan kehebohan sebagai contoh solidaritas Mesir terhadap Palestina. Spiro Spathis meluncurkan slogan-slogan, seperti “100 persen Buatan Mesir” dan “gazouza asli Mesir” yang menggunakan istilah Mesir yang diperkirakan berasal dari bahasa Prancis “gazeuse” (berkarbonasi) dan banyak digunakan untuk menyebut minuman bersoda.

Baca Juga

“Saya sudah menjual minuman mereka selama empat tahun. Selalu ada beberapa konsumen yang lebih menyukai Spiro dibandingkan minuman lain, tapi tidak banyak,” kata pemilik toko kelontong di Provinsi Sharqia Mohammed dikutip dari Aljazirah.

“Tapi sekarang, botol-botol mereka langsung habis. Kalau sebelum boikot, saya jual empat, mungkin lima kotak Spathis dalam seminggu, sekarang saya bisa jual sebanyak 50 kotak dalam sehari kalau stok sebanyak itu,” ujarnya menyatakan lonjakan permintaan tersebut sangat besar.

Kepala pemasaran perusahaan dan salah satu dari tiga bersaudara pemilik perusahaan minuman bersoda tertua di Mesir Morcus Talaat, permintaan meningkat tiga kali lipat selama sebulan terakhir. “Kami telah menerima ratusan telepon dari klien baru… tawaran dari restoran," katanya.

Atas lonjakan itu, Spiro Spathis telah melakukan upaya rekrutmen. Mereka menerima lebih dari 15 ribu pelamar untuk pekerjaan yang diiklankan guna memenuhi permintaan.

Spiro Spathis dulunya merupakan satu-satunya produsen minuman soda di negara dengan populasi terbesar di dunia Arab. Namun, ketika merek internasional lainnya memasuki pasar sekitar 70 tahun yang lalu, kemudian membanjiri pasar lokal, merek tersebut tersingkir.

Spiro Spathis bahkan menutup pintunya sama sekali pada 2014. “Kami adalah generasi kedua orang Mesir yang memiliki perusahaan ini. Ayah kami membeli perusahaan tersebut pada 1998 dan menjalankannya hingga dia meninggal pada 2009. Pada 2014, kami menutup Spiro Spathis, sebelum kembali lagi pada 2019, dan sejak itu telah hadir di pasar setiap hari,” ujarnya.

Meskipun bukan satu-satunya perusahaan minuman soda lokal di Mesir, Spathis dipuji oleh banyak pengguna daring di Mesir sebagai yang terbaik. Trending di media sosial, sejarah dan logo perusahaan telah menarik perhatian dan menggugah rasa ingin tahu generasi muda yang belum mengenal merek tersebut.

“Mengapa ada lalat di logonya?” beberapa bertanya di media sosial.

Menurut Talaat, logo berusia seabad itu sebenarnya adalah seekor lebah, bukan seekor lalat. Lebah ini menandai profesi awal sang pendiri sebagai peternak lebah lebih dekat di pulau Kefalonia, Yunani.

Lonjakan minuman bersoda asli Mesir ini tidak dipungkiri dampak dari pengeboman dan invasi darat Israel yang tiada henti di Gaza. Hal ini juga menyebabkan banyak orang memboikot merek internasional, seperti McDonald’s dan Starbucks.

Ketika pengunjuk rasa membanjiri jalan-jalan kota-kota besar di seluruh dunia, mulai dari Washington, DC, hingga London dan Cape Town, cabang-cabang restoran waralaba, kedai kopi, dan toko yang dulunya ramai di tanah Arab sebagian besar kosong. “Boikot adalah salah satu bentuk alat populer bagi masyarakat untuk membuat diri mereka didengar. Menurut profesor ilmu politik di University of Suez Jamal Zahran, tindakan itu merupakan cara paling ampuh untuk menekan negara-negara yang didorong oleh kolonialisme dan kapitalisme Barat.

“Memboikot produk-produk ini juga menciptakan peluang bagi produk lokal," ujar Zahran.

Tindakan boikot ini pun berlaku sejak awal perang. Masyarakat Mesir telah menggunakan media sosial untuk bertukar informasi tentang merek mana yang dianggap mendukung Israel dan harus dihindari.

Beberapa aplikasi juga mencantumkan alternatif untuk meninggalkan merek Barat dan menyoroti produsen lokal dengan kualitas yang setara atau serupa.

“Apakah itu bersama kita atau tidak?” adalah pertanyaan yang sering ditanyakan pada postingan Meta tentang berbagai merek saat orang meneliti perusahan yang harus ditinggalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement