Selasa 21 Nov 2023 20:54 WIB

'Godfather' Jurnalis Palestina di Gaza Gugur dalam Serangan Israel

Penembakan Israel telah menewaskan Belal Jadallah, jurnalis paling dihormati di Gaza.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Gita Amanda
Warga Palestina memeriksa kerusakan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Abdul Qader Sabbah
Warga Palestina memeriksa kerusakan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Penembakan Israel telah menewaskan Belal Jadallah, salah satu jurnalis paling dihormati di Gaza. Kematian Jadallah menambah daftar panjangg wartawan dan pekerja media yang meninggal selama perang yang sedang berlangsung di Gaza.

Penghormatan mengalir untuk Jadallah setelah serangan Israel pada Ahad (19/11/2023) merenggut nyawanya. Adik perempuan Jadallah mengatakan kepada Reuters, dia sedang menuju ke selatan dari Kota Gaza, namun terbunuh oleh tembakan tank Israel di lingkungan Zeitoun.

Baca Juga

Jadallah secara lokal dikenal sebagai “Godfather jurnalis Palestina”. Jadallah adalah ketua Gaza Press House, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk melatih jurnalis masa depan di wilayah tersebut.

Gaza Press House didirikan pada 2014 di Gaza. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kebebasan berekspresi melalui program pelatihan, advokasi dan jaringan. Sebagian besar jurnalis di Gaza mengenal Jadallah.

Jadallah telah bekerja erat dengan banyak jurnalis Gaza. Program bimbingannya membantu banyak jurnalis lokal memulai karir mereka di dunia jurnalistik. Seorang jurnalis yang tinggal di Gaza, Motaz Azaiza merasa kehilangan dengan kematian Jadallah.

“Setiap jurnalis yang saya kenal di Gaza mengatakan bahwa dia seperti ayah bagi mereka. Belal dikenal sebagai pendengar yang hangat dan penuh kasih sayang. Seorang penyemangat. Seorang penanam mimpi. Guru. Seorang pelatih," ujar Motaz.

“Dia (Jadallah) membuat jurnalis muda Palestina percaya pada diri mereka sendiri. Dia membuat mereka berhenti menganggap diri mereka sebagai orang yang 'ingin menjadi jurnalis' dan membantu mereka melihat dan percaya bahwa mereka adalah jurnalis,” kata Motaz menambahkan.

Ali Jadallah, saudara laki-laki Belal, mengatakan, Belal bertekad untuk tetap tinggal di Kota Gaza. Belal percaya bahwa dia memiliki kewajiban moral untuk memberitahu dunia tentang apa yang dia lihat.

“Dia berupaya keras untuk mendukung semua jurnalis lepas, melindungi mereka, mengatur kursus keselamatan bagi mereka dan memberi mereka alat pelindung diri,” ujar Ali.

Selama perang yang sedang berlangsung, Jadallah bekerja keras untuk memastikan Gedung Pers memberikan dukungan bagi jurnalis yang meliput pemboman di Gaza, termasuk menyediakan peralatan keselamatan dan teknis. Jadallah juga menjadi tuan rumah bagi anggota delegasi internasional untuk menunjukkan kepada mereka pelanggaran Israel terhadap warga Palestina di Gaza.

Koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah, Tor Wennesland menyebut Jadallah sebagai jurnalis profesional, berpengetahuan dan bersemangat. "Dia (Jadallah) mengabdikan hidupnya untuk kebebasan jurnalisme dan perlindungan jurnalis," ujarnya.

Duta besar Palestina untuk Inggris, Husam Zumlot menyebut kematian Jadallah sangat menghancurkan. Dia meminta para pembunuh Jadallah diadili.

Jurnalis sering menjadi sasaran sejak awal perang. Dua jurnalis lepas, Hassouna Sleem dan Sary Mansour meninggal dunia pada Sabtu (18/11/2023) dalam serangan Israel di kamp pengungsi Bureij, di pusat Gaza.

Perang yang sedang berlangsung telah menyebabkan lebih banyak jurnalis terbunuh pada bulan pertama konflik dibandingkan perang lainnya sejak Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) pertama kali mulai menyusun statistik jurnalis yang meliput konflik pada tahun 1992. Sekretaris Jenderal Reporters Without Borders, Christophe Deloire menggambarkan jumlah jurnalis yang meninggal dunia sangat mengejutkan dan kemungkinan akan meningkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement