REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Raja Yordania Abdullah II berbicara dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengenai serangan gencar Israel terhadap Gaza. Dalam diskusi yang berlangsung di Amman, Abdullah II menyoroti perlunya bekerja secara intensif untuk menghentikan perang di Gaza dan mengakhiri pengepungan Israel.
Abdullah II juga menekankan perlunya menjamin pengiriman makanan, obat-obatan, air dan bahan bakar bagi warga Palestina di Gaza. Raja Abdullah II kembali menegaskan bahwa satu-satunya cara menyelesaikan konflik Palestina-Israel adalah solusi dua negara.
Sementara Borrell menekankan peran penting Yordania dalam menciptakan cakrawala politik untuk masalah Palestina berdasarkan solusi dua negara. Kunjungan Borrell ke Amman adalah perhentian kelima dan terakhir dalam tur Timur Tengahnya, termasuk kunjungan ke Israel, Palestina, Bahrain dan Qatar.
Borrell mengatakan, pembentukan negara Palestina akan menjadi cara terbaik untuk menjamin keamanan Israel. Borrell mengadakan pertemuan melalui panggilan video dengan para menteri luar negeri dari 27 negara Uni Eropa setelah melakukan tur ke Timur Tengah untuk membicarakan serangan Israel di Gaza.
“Saya pikir jaminan terbaik bagi keamanan Israel adalah pembentukan negara Palestina,” kata Borrell, dilaporkan Alarabiya, Selasa (21/11/2023).
Borrell bersikeras Israel tidak boleh menduduki Gaza setelah konflik saat ini berakhir. Menurutnya, kendali atas wilayah Gaza harus diserahkan kepada Otoritas Palestina.
“Meskipun ada tantangan besar, kita harus memajukan refleksi kita mengenai stabilisasi Gaza dan negara Palestina di masa depan,” kata Borell.
Borrell mengatakan, dalam jangka pendek ada rasa urgensi atas situasi kemanusiaan yang menyedihkan di Gaza. “Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan penghentian sementara kegiatan kemanusiaan merupakan sebuah langkah maju yang besar, namun kita harus memastikan penerapannya secara cepat,” kata pejabat Uni Eropa tersebut.
Kekhawatiran besar lainnya adalah kemungkinan perang ini akan semakin memperburuk situasi di Tepi Barat dan menyeret aktor-aktor lain di Timur Tengah. “Mengingat meningkatnya kekerasan ekstremis dan pemukim terhadap warga Palestina, terdapat risiko nyata bahwa situasi dapat meningkat,” kata Borrell.
Borell mengatakan, laporan tentang sebuah kapal yang dibajak oleh Houthi adalah sinyal mengkhawatirkan lainnya mengenai risiko penyebaran regional. Israel melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina, Hamas pada 7 Oktober.
Pihak berwenang di Gaza pada Senin mengatakan, lebih dari 13.300 orang terbunuh karena serangan Israel. Dalam sebuah pernyataan, kantor media pemerintah yang berbasis di Gaza mengatakan jumlah korban yang syahid mencakup 5.600 anak-anak dan 3.550 perempuan, termasuk 201 staf medis, 22 anggota tim penyelamat pertahanan sipil dan 60 jurnalis.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja, juga telah rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel. Sementara itu, Israel tidak pernah memperbarui jumlah korban yang tewas maupun luka-luka dalam perang. Sejak awal perang, Israel mengklaim 1.200 orang tewas dalam serangan.