REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel dan Hamas semakin menemukan titik temu dalam upaya pertukaran sandera. Kantor penasihat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, Hamas mungkin akan memulai pertukaran sandera pada Kamis 23 November 2023, jika kesepakatan tersebut disetujui oleh pemerintah Israel pada Rabu (22/11/2023).
"Pembicaraan dengan pemerintah masih berlangsung," kata seorang pejabat Israel kepada Sky News.
Pemerintah Israel melakukan pemungutan suara terkait pertukaran sandera dengan tahanan Palestina. Menurutnya, jika pertukaran sandera dengan tahanan Palestina disepakati, Israek akan terus memantau selama 24 jam.
Pemantauan dikarenakan beberapa orang yang akan dibebaskan dari penjara Israel berdasarkan kesepakatan tersebut dipenjara oleh pihak zionis atas tuduhan terorisme.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Israel harus mengambil keputusan sulit sehubungan dengan nasib para sandera yang ditahan oleh kelompok Palestina Hamas di Jalur Gaza. Dia mengaku upaya sedang dilakukan dalam pemulangan para sandera yang berjumlah 200-an orang.
“Kami bergerak selangkah demi selangkah menuju kekalahan total Hamas dan semakin dekat untuk memulangkan para sandera,” kata Gallant setelah melakukan penilaian dengan pejabat militer di pangkalan Divisi Gaza di Israel selatan.
“Saya pikir kita semua harus membuat keputusan yang sulit dan penting dalam beberapa hari mendatang. Tidak ada satu momen pun sepanjang kampanye ini 45 hari, dengan saya tidak memikirkan tentang para sandera,” ujarnya dikutip dari Times of Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta pemerintahnya untuk menerima kesepakatan dengan Hamas Palestina untuk membebaskan beberapa sandera di Gaza, Selasa (21/11/2023). Dia bertemu dengan kabinet perangnya dan kabinet keamanan nasional untuk membahas mengenai kesepakatan tersebut.
Netanyahu menyatakan, intervensi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah membantu meningkatkan kesepakatan sehingga mencakup lebih banyak sandera dengan konsesi yang lebih sedikit. Namun Netanyahu mengatakan misi Israel yang lebih luas tidak berubah.
“Kami sedang berperang dan kami akan melanjutkan perang sampai kami mencapai semua tujuan kami. Untuk menghancurkan Hamas, kembalikan semua sandera kami dan pastikan tidak ada seorang pun di Gaza yang dapat mengancam Israel,” kata Netanyahu dalam rekaman pesan di awal pertemuan.
Jika disetujui, perjanjian tersebut akan menjadi gencatan senjata pertama dalam perang dengan pemboman Israel telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza yang dipimpin Hamas. Serangan tanpa henti Israel telah membunuh 13.300 warga sipil di daerah kantong kecil berpenduduk padat dan menyebabkan sekitar dua pertiga dari 2,3 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal.
Tapi, upaya itu mendapatkan penentangan dari anggota Kabinet pemerintahan sayap kanan tersebut. Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir memperingatkan bahwa kesepakatan tersebut justru membawa bencana.
“Saya merasa terganggu karena kami sekali lagi terpecah belah dan sekali lagi kami tidak diberi tahu kebenarannya. Dan sekali lagi, kita didesak ke samping. Rumornya adalah bahwa Negara Israel sekali lagi akan membuat kesalahan yang sangat besar dalam gaya kesepakatan Shalit," ujar Ben-Gvir merujuk pada kesepakatan pelepasan tentara Israel bernana Gilad Shalit.
Kesepakatan yang terjadi pada 2011 ini membuat 1.000 lebih tahanan Palestina dibebaskan sebagian imbalan. “Anda ingat bahwa kami melepaskan Gilad Shalit, kami melepaskan (Yahya) Sinwar dan teman-temannya dan membawa masalah ini pada diri kami sendiri,” kata Ben-Gvir, mengacu pada pemimpin Hamas di Gaza.