REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pada Rabu (22/11/2023) malam, polisi Israel memotret rumah para tahanan yang dijadwalkan akan dibebaskan di Yerusalem. Polisi mengancam, keluarga mereka akan ditangkap jika mereka menunjukkan bentuk perayaan pembebasan kerabat mereka.
Pembatasan seperti ini bukanlah hal baru di Yerusalem. Dalam beberapa tahun terakhir, Israel telah melarang perayaan apa pun ketika keluarga menerima putra dan putri mereka yang dibebaskan. Dalam beberapa kasus, narapidana yang baru dibebaskan ditangkap kembali setelah keluarga mereka merayakannya. Sementara dalam kasus lain, para tahanan yang dibebaskan dideportasi dari Yerusalem.
Ketua Komite Keluarga Tahanan Yerusalem, Amjad Abu Asab mengatakan, menekan perayaan kebebasan anak-anak mereka, setelah menunggu lama, adalah bagian dari tekanan terus-menerus yang ingin diterapkan oleh Israel.
Israel juga menerapkan tindakan keras yang berlebihan terhadap anak-anak yang ditangkap di Yerusalem, seperti hukuman berat, denda berat, dan tahanan rumah. Abu Asab mengatakan, Israel tidak hanya memberlakukan pembatasan fisik, namun juga bentuk tekanan psikologis yang berlangsung selama berbulan-bulan. Menurut Abu Asab, pemukulan merupakan ciri khas penangkapan anak-anak di Yerusalem dengan tujuan intimidasi.
“Sejak para pemukim membakar dan membunuh anak Muhammad Abu Khudair di Yerusalem pada 2014, Israel semakin menargetkan anak-anak di kota tersebut untuk mencegah mereka melakukan balas dendam. Israel juga mengembangkan undang-undang untuk melipatgandakan hukuman mereka dengan dalih pencegahan,” ujar Abu Asab.
What's your wish for today?
"I hope to come back from school and find my mother at home."
These innocent dreams belong to Israa Aljabbis' son. #Gaza #Palestine pic.twitter.com/De4z17eJoI
— Quds News Network (@QudsNen) November 25, 2023
Penggunaan kekuatan berlebihan dalam menangani anak-anak di Yerusalem adalah kebijakan sistematis yang diterapkan oleh polisi Israel dengan tujuan untuk menundukkan mereka. Abu Asab menggambarkan kondisi penangkapan dan interogasi mereka lebih brutal dibandingkan tahanan lainnya.
Penolakan pengobatan, pemukulan yang menyebabkan patah tulang dan memar, ancaman terus-menerus, perampasan pendidikan, penundaan di pengadilan, dan kondisi pembebasan yang rumit bahkan setelah mereka dibebaskan, merupakan prosedur yang bertentangan dengan hukum internasional. Padahal 30 tahun lalu, Israel telah menandatangani Konvensi Perlindungan Anak.