REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT --- Gerakan Pejuang Palestina Hamas telah menyatakan kesiapannya untuk melakukan kesepakatan komprehensif mengenai pertukaran tahanan dengan Israel. Hal itu disampaikan, seorang pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad kepada saluran TV Qatar, Aljazirah, Selasa (28/11/2023).
"Jika Israel memiliki niat serius untuk mengamankan pembebasan tentaranya yang ditangkap, kami siap untuk membuat kesepakatan yang komprehensif," katanya.
Sekitar 200 sandera yang diambil dalam serangan 7 Oktober saat serangan mendadak ke Israel masih berada di tangan Hamas. Gerakan perjuangan militan Palestina ini berusaha untuk menukar mereka dengan para pendukungnya yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Sebelumnya, saluran Telegram gerakan ini menerbitkan daftar 30 tahanan Palestina yang akan dibebaskan oleh pihak berwenang Israel pada akhir masa gencatan senjata dan perpanjangannya. Daftar mereka yang akan dibebaskan oleh pihak Israel termasuk 15 wanita dan 15 remaja, sebagian besar dari Yerusalem Timur dan sekitarnya, yang lainnya - dari Tepi Barat.
Pada tanggal 22 November, Hamas melaporkan telah mencapai kesepakatan dengan Israel, yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir, mengenai gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza yang akan berlangsung selama empat hari.
Hamas ini mengkonfirmasi bahwa perjanjian tersebut mencakup pembebasan 50 wanita, anak-anak dan remaja yang ditahan di Gaza. Dengan imbalan pembebasan 150 wanita, anak-anak dan remaja dari penjara-penjara Israel.
Perjanjian tersebut mulai berlaku pada Jumat 24 November pukul 08.00 waktu Moskow (05.00 WIB), dan kelompok sandera pertama dibebaskan pada hari yang sama. Pada Senin 27 November, perpanjangan gencatan senjata disetujui.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed bin Mohammed al-Ansari, mengatakan bahwa Israel dan Hamas, dengan bantuan para mediator, mencapai kesepakatan untuk memperpanjang gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza selama dua hari.