REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sebanyak lima bayi prematur ditemukan meninggal di sebuah rumah sakit di Kota Gaza selama jeda pertempuran antara Israel dan Hamas. Peristiwa ini akibat tindakan pasukan Israel yang menghalangi petugas kesehatan untuk mengakses fasilitas anak Al-Nasr.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra mengatakan pada Rabu (29/11/2023), tentara Israel telah memblokir akses ke unit perawatan intensif di fasilitas anak Al-Nasr. Para dokter akhirnya bisa masuk ke bangsal pada Selasa (28/11/2023) malam.
"Pasukan pendudukan (Israel) meninggalkan lima bayi prematur yang ditemukan sebagian membusuk," ujar al-Qudra dikutip dari Alarabiyah.
“Tentara melarang keluarga mendekati bayi yang baru lahir sebelum Selasa," katanya.
Jurnalis dari saluran TV Emirat Al-Mashhad menemukan sisa-sisa anak-anak yang membusuk. Mereka tidak termasuk di antara mereka yang dievakuasi dari rumah sakit anak-anak setelah pasukan Israel memerintahkan pasien dan staf untuk pergi pada 10 November.
Direktur rumah sakit Mustafa al-Kahlot mengatakan, dalam sebuah pernyataan kepada Euro-Med Human Rights Monitor bahwa dia mengirimkan permohonan kepada kelompok bantuan, termasuk Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Bantuan ini menyinggung nasib lima anak tersebut sebelum kematian mereka, tetapi tidak mendapat tanggapan.
Kelompok hak asasi manusia tersebut menyerukan tentara Israel untuk bertanggung jawab atas kematian anak-anak tersebut. Mereka pun mengkritik ICRC, yang membantu evakuasi dari rumah sakit, karena gagal memberikan bantuan.
Sebelum gencatan senjata sementara dalam perang tujuh minggu diberlakukan pada pekan lalu, beberapa rumah sakit di Jalur Gaza utara telah menjadi sasaran serangan Israel. Beberapa di antaranya dievakuasi atas perintah tentara Israel.
Awal bulan ini, dunia memberikan perhatian pada nasib 39 bayi prematur yang terperangkap di rumah sakit Al-Shifa di Gaza City. Fasilitas kesehatan ini dikepung dan akhirnya digerebek oleh pasukan Israel.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan, sebanyak delapan bayi meninggal karena kekurangan listrik untuk menjalankan inkubator mereka. Sedangkan, 31 bayi lainnya dievakuasi, sebagian besar pergi ke Mesir untuk mendapatkan perawatan.
Organisasi Save the Children sebelumya melaporkan, hampir 15 ribu bayi diperkirakan akan lahir di Gaza antara 7 Oktober hingga akhir 2023. Namun, bayi-bayi tersebut memiliki risiko yang besar karena peperangan yang terjadi.
Proyeksi organisasi itu didasarkan pada data PBB yang memperkirakan sekitar 180 perempuan melahirkan setiap hari di wilayah kantong Palestina yang terkepung. “Air bersih langka, makanan dan obat-obatan semakin menipis, dan perempuan hamil atau menyusui kesulitan mendapatkan makanan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang sudah menghadapi kekurangan parah kini diserang, menyebabkan ribuan pasien, termasuk perempuan hamil dan bayi baru lahir, berada dalam bahaya besar," demikian pernyataan Save the Children.