Jumat 01 Dec 2023 07:14 WIB

Setelah Spanyol Dukung Pengakuan Negara Palestina, Israel Tarik Dubesnya

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengkritik agresi Israel ke Jalur Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
 Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen.
Foto: EPA-EFE/ORESTIS PANAGIOTOU
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Pemerintah Israel menarik duta besarnya untuk Spanyol, Rodica Radian. Langkah itu diambil setelah Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, mengkritik agresi Israel ke Jalur Gaza dan mendorong Uni Eropa untuk mengakui negara Palestina.

“Menyusul pernyataan keji dari Perdana Menteri Spanyol, di mana dia mengulangi tuduhan tidak berdasar, kami memutuskan untuk memanggil duta besar Israel untuk Spanyol untuk berkonsultasi,” tulis Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen lewat akun X resminya, Kamis (30/11/2023).

Baca Juga

Cohen tak menyebut kapan proses pemulangan Radian ke Israel akan dilakukan. Dia hanya menyatakan bahwa Israel akan terus bertindak sesuai dengan hukum internasional terkait perangnya di Gaza. “Kami akan terus melakukan upaya kami sampai pembebasan semua orang yang diculik dan pemberantasan Hamas di Gaza,” ucapnya.

Dalam sebuah wawancara dengan televisi publik Spanyol, TVE, pada Kamis kemarin, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mendorong Uni Eropa untuk mengakui negara Palestina. Menurut dia, pengakuan tersebut akan membantu mengakhiri konflik Israel-Palestina, termasuk perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. 

Sanchez mengatakan, situasi yang berlangsung di Gaza saat ini tidak dapat diterima. "Dan apa yang akan terjadi di Gaza setelah spiral kekerasan berakhir juga tidak dapat diterima," ujarnya. 

“Jelas bahwa kita harus menemukan solusi politik untuk mengakhiri krisis ini. Dan solusi ini, menurut pendapat saya, memerlukan pengakuan terhadap negara Palestina,” kata Sanchez menambahkan. 

Sanchez berpendapat, mengakui negara Palestina adalah sebuah langkah menuju perdamaian. Dia menilai, hal itu pun merupakan kepentingan geopolitik Uni Eropa.  

Sanchez khawatir bahwa tanpa perdamaian, konflik di Palestina dapat meluas ke negara lain seperti Lebanon, Mesir atau Yordania, kemudian mengganggu stabilitas kawasan Mediterania. “Apakah kita benar-benar ingin memiliki dua front yang terbuka? Satu di Timur Tengah dan satu di Ukraina? Politik dan diplomasi harus membantu mencegah hal itu, dan itulah yang dibela oleh Pemerintah Spanyol,” kata Sanchez.

Sanchez mengaku telah mendengar dari perwakilan negara-negara Muslim bahwa konferensi perdamaian Barat tidak akan berhasil karena janji-janji yang tidak dipenuhi. “Saya pikir mereka benar. Karena selama ini, kita menyaksikan Israel secara sistematis menduduki wilayah Palestina di Tepi Barat. Dan sekarang kita melihat apa yang terjadi di Gaza,” ucapnya. 

Ketika dilantik untuk masa jabatan baru pada 16 November 2023 lalu, Sanchez telah menyampaikan bahwa prioritas kebijakan luar negerinya adalah mengupayakan pengakuan negara Palestina, baik oleh Eropa maupun Spanyol. Dia mengatakan, jika tidak ada konsensus di antara para anggota Uni Eropa untuk mengakui Palestina sebagai negara, Spanyol tak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah tersebut secara sepihak.

Beberapa negara kecil di Eropa, seperti Hongaria, Rumania, dan Polandia, telah mengakui Palestina sebagai negara. Pengakuan itu dilakukan sebelum mereka bergabung dengan Uni Eropa. Namun belum ada negara besar di Uni Eropa yang memberi pengakuan pada Palestina. Jika Spanyol melakukannya, ia bakal menjadi pionir.

Pada 2014, parlemen Spanyol memberikan suara mendukung pada resolusi yang menyerukan pengakuan Palestina sebagai sebuah negara. Namun, hasil pemungutan suara itu bersifat tak mengikat dan akhirnya tidak ada tindak lanjutnya hingga kini.

Pada Kamis kemarin, Israel dan Hamas kembali menyepakati perpanjangan gencatan senjata selama satu hari. Kedua belah pihak sudah memberlakukan penghentian sementara pertempuran sejak 24 November 2023. Mereka pun melakukan pertukaran sandera dengan tahanan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

Hingga Kamis lalu, Hamas telah membebaskan 70 warga Israel yang mereka sandera sejak 7 Oktober 2023. Mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Selain mereka, Hamas juga membebaskan setidaknya 24 warga asing, kebanyakan berasal dari Thailand.

Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023, Hamas disebut menculik lebih dari 240 orang, kemudian membawa mereka ke Gaza. Sandera-sandera tersebut sudah dibebaskan secara berangsur dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.

Sejak 24 November 2023, Israel telah membebaskan 210 warga Palestina yang sebelumnya mendekam di penjara. Mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, sejauh ini jumlah warga Gaza yang telah terbunuh akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menembus 15 ribu jiwa. Mereka termasuk 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan. Sedangkan korban luka mencapai 33 ribu orang. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement