REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Sebuah laporan investigasi bersama yang dilakukan oleh media Israel 972+ Mag dan Local Call mengungkapkan, militer Israel mengizinkan untuk menyerang sasaran non-militer. Hal ini berkontribusi terhadap banyaknya warga sipil yang meninggal dunia di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
Investigasi tersebut melakukan wawancara dengan beberapa pejabat intelijen saat ini dan mantan pejabat. Wawancara tersebut menunjukkan bahwa, ekspektasi yang lebih rendah terhadap pembatasan target sipil dikombinasikan dengan penggunaan AI untuk menghasilkan target yang lebih luas, disebut sebagai pabrik pembunuhan massal.
Setidaknya dalam satu kasus, sumber mengatakan, intelijen militer Israel menyetujui kematian ratusan warga Palestina sebagai bagian dari upaya membunuh seorang komandan militer Hamas.
Jika dibandingkan dengan serangan-serangan di Gaza sebelumnya, telah terjadi perluasan sasaran non-militer secara besar-besaran. Perumahan pribadi, infrastruktur, dan bangunan bertingkat tinggi, yang semuanya didefinisikan sebagai sasaran kekuatan, kini menjadi sasaran serangan.
“Jumlahnya meningkat dari puluhan kematian warga sipil (diizinkan) sebagai kerusakan tambahan akibat serangan terhadap pejabat senior dalam operasi sebelumnya, menjadi ratusan kematian warga sipil sebagai kerusakan tambahan,” kata salah satu sumber, dilansir Middle East Eye, Kamis (30/11/2023).
Intelijen militer Israel telah mengetahui jumlah kemungkinan sasaran sipil dalam suatu serangan. Penggunaan Hasbora, sebuah sistem AI yang dapat menghasilkan target dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya, juga berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka kematian warga sipil.
Sumber tersebut mengatakan, AI mengizinkan tentara untuk melakukan serangan terhadap rumah-rumah penduduk dalam skala besar, bahkan hanya untuk menargetkan seorang agen junior Hamas.
“Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Ketika seorang anak perempuan berusia tiga tahun terbunuh di sebuah rumah di Gaza, itu karena seseorang di tentara memutuskan bahwa pembunuhan terhadap anak tersebut bukanlah masalah besar, bahwa itu adalah harga yang pantas dibayar untuk bisa memukul (orang lain) sasaran," kata sumber lain kepada 972+ Mag dan Local Call.
Perang saat ini di Gaza dimulai ketika Hamas melangsungkan serangan lintas batas di Israel selatan pada 7 Oktober. Israel kemudian menanggapi serangan Hamas dengan pengeboman dan penyerbuan tanpa henti di Gaza, yang telah membunuh sedikitnya 15.000 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak.
Serangan lintas batas yang dilakukan Hamas telah membuat Israel kewalahan dan merasa kecolongan. Karena, Hamas menyerang pada pagi hari dan tentara Israel yang menjaga perbatasan lengah. Investigasi 972+ Mag menunjukkan bahwa kegagalan tentara dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober telah menyebabkan pemberian kompensasi yang berlebihan, dan kesediaan untuk menimbulkan kerusakan tambahan yang besar di Gaza.
“Kami diminta untuk mencari gedung-gedung tinggi dengan setengah lantai yang dapat dikaitkan dengan Hamas,” kata salah satu sumber yang ikut serta dalam serangan Israel sebelumnya di Gaza.
“Kadang-kadang itu adalah kantor juru bicara kelompok militan, atau tempat pertemuan para agen. Saya memahami bahwa alasan tersebut adalah alasan yang memungkinkan tentara menyebabkan banyak kerusakan di Gaza. Itulah yang mereka katakan kepada kami. Jika mereka memberitahu seluruh dunia bahwa kantor (Jihad Islam) di lantai 10 tidak penting sebagai target, namun keberadaannya adalah pembenaran untuk merobohkan seluruh gedung bertingkat dengan tujuan menekan keluarga sipil yang tinggal di sana," ujar sumber lain kepada 972+ Mag dan Local Call.