REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Bertentangan dengan keinginan Amerika Serikat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan mengecualikan Otoritas Palestina dari pemerintahan Jalur Gaza periode pasca perang, kata sejumlah laporan media Israel pada Selasa (4/12/2023).
Menurut stasiun televisi publik Israel, KAN, Netanyahu baru-baru ini berkata kepada AS bahwa "tidak akan ada otoritas Palestina di Gaza setelah perang." Netanyahu mengesampingkan aturan apa pun yang dibuat Hamas yang memerintah Gaza sejak 2007. Saat itu, Tepi Barat berada di bawah kontrol Otoritas Palestina.
KAN mengungkapkan Netanyahu menyatakan pada pertemuan tertutup Partai Likud bahwa dia menentang pemerintahan Otoritas Palestina di Jalur Gaza setelah perang, dan sudah memberitahu Washington. "Tidak akan ada otoritas Palestina sama sekali di Gaza," kata Netanyahu.
AS dan Otoritas Palestina belum mengomentari pernyataan Netanyahu itu. Pernyataan Netanyahu itu bertentangan dengan sikap AS yang beberapa kali menekankan harus ada otoritas atau pemerintahan Palestina di Gaza setelah perang berakhir.
Otoritas Palestina juga mengatakan siap kembali ke Gaza berdasarkan rencana politik komprehensif yang mencakup persatuan antara Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur yang diduduki. Israel melanjutkan serangan militer ke Jalur Gaza pada 1 Desember setelah berakhirnya jeda kemanusiaan selama sepekan dengan Hamas.
Paling sedikit 15.899 warga Palestina tewas dan lebih dari 42 ribu terluka dalam serangan tanpa henti Israel di kantong Palestina itu sejak 7 Oktober menyusul serangan lintas batas Hamas. Korban tewas Israel akibat serangan Hamas mencapai 1.200 orang.