Rabu 06 Dec 2023 14:13 WIB

Presiden Polandia Desak Perang di Gaza Segera Diakhiri

Presiden Polandia menyuarakan keprihatinan atas penderitaan penduduk sipil

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Polandia Andrzej Duda menyerukan agar perang Hamas-Israel di Jalur Gaza segera diakhiri.
Foto: EPA-EFE/PAWEL SUPERNAK POLAND
Presiden Polandia Andrzej Duda menyerukan agar perang Hamas-Israel di Jalur Gaza segera diakhiri.

REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA – Presiden Polandia Andrzej Duda menyerukan agar perang Hamas-Israel di Jalur Gaza segera diakhiri. Dia menyuarakan keprihatinan atas penderitaan penduduk sipil yang terdampak pertempuran tersebut.

“Saat ini masyarakat di Jalur Gaza sangat menderita. Kami, sebagai Polandia, berusaha untuk selalu bertindak demi perdamaian. Itu adalah hal yang paling kami pedulikan,” kata Duda dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Al Arabiya, Selasa (5/12/2023). 

Baca Juga

Dia menambahkan, Polandia memiliki tradisi panjang dalam tindakan pemeliharaan perdamaian. Terkait konflik Israel-Palestina, Duda menyebut, Polandia sudah melakukan berbagai upaya untuk mendukung solusi perdamaian antara kedua pihak tersebut. “Selama bertahun-tahun kami mendukung solusi dua negara dan itu yang kami ulangi di semua forum, terutama di forum PBB,” ucapnya. 

“Saat ini kami sangat khawatir dengan penderitaan penduduk sipil. Kami ingin mengakhiri konflik ini, perang ini, secepat mungkin,” kata Duda menambahkan menyinggung perang yang sedang berlangsung di Gaza.

Dia secara khusus menyoroti bagaimana perempuan dan anak-anak turut menjadi korban pertempuran di Gaza. Ini adalah situasi yang dramatis. Dan ini harus diakhiri secepatnya. Kami tidak mempunyai keraguan mengenai hal itu. Dan inilah arah yang harus diambil oleh komunitas internasional,” ucap Duda.

Saat ini Israel mulai mengalihkan pertempurannya di Gaza ke wilayah selatan. Sebelumnya konfrontasi antara pasukan Israel dan Hamas berlangsung di utara Gaza. Ketika peperangan berlangsung di utara, lebih dari 1 juta penduduk Gaza mengungsi ke selatan. Saat ini para penduduk tersebut tak memiliki ruang untuk menghindari pertempuran.

Terkait diintensifkannya serangan ke wilayah selatan, militer Israel telah membantah anggapan yang menyebut mereka berupaya mengusir penduduk Palestina keluar dari Jalur Gaza. “Kami tidak mencoba untuk menggusur siapa pun, kami tidak mencoba untuk memindahkan siapa pun dari mana pun secara permanen,” ujar Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Jonathan Conricus, Senin (4/12/2023), dikutip laman Al Arabiya. 

“Kami telah meminta warga sipil untuk mengevakuasi diri dari medan perang dan kami telah menyediakan zona kemanusiaan yang ditunjuk di dalam Jalur Gaza,” tambah Conricus merujuk pada wilayah pesisir kecil bernama Al-Mawasi.

Dia mengakui adanya keterbatasan ruang dan akses. “Itulah mengapa sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan dukungan dari organisasi kemanusiaan internasional untuk membantu infrastruktur di wilayah Al-Mawasi,” ujar Conricus. 

Sementara itu Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini membantah kabar bahwa PBB akan kembali membuka kamp pengungsian baru di Rafah untuk menampung penduduk sipil yang terdampak agresi Israel ke selatan Gaza. “Kami sudah mengatakannya berulang kali. Kami mengatakannya lagi. Tidak ada tempat yang aman di Gaza, baik di selatan atau barat daya, baik di Rafah atau yang disebut ‘zona aman’ sepihak,” ujar Lazzarini saat menyanggah kabar tentang pembangunan kamp pengungsi baru oleh PBB di Rafah, Senin kemarin, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.

Lazzarini turut mengomentari langkah Israel memerintahkan penduduk sipil di Gaza untuk mengungsi dari Khan Younis ke Rafah. “Perintah tersebut menimbulkan kepanikan, ketakutan, dan kecemasan. Setidaknya 60 ribu orang tambahan terpaksa pindah ke tempat penampungan UNRWA yang sudah penuh sesak, dan lebih banyak lagi yang meminta untuk dilindungi. Banyak dari mereka yang telah mengungsi lebih dari satu kali untuk melarikan diri dari perang di wilayah lain di Gaza,” ucapnya.

Dia menambahkan, perintah evakuasi Israel mendorong penduduk terkonsentrasi di wilayah yang kurang dari sepertiga wilayah Jalur Gaza. Mereka membutuhkan segalanya, mulai dari air, makanan, hingga tempat bernaung. Namun akses bantuan kemanusiaan ke sana tersumbat karena jalan-jalan di wilayah selatan Gaza tak dapat dilintasi akibat operasi militer Israel.

Sejauh ini jumlah warga Gaza yang telah terbunuh akibat agresi Israel telah mencapai sedikitnya 15.900 jiwa, lebih dari 10 ribu di antaranya merupakan perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 41 ribu orang. Angka itu dihitung sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement