REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON --- Pemerintahan Joe Biden pada Senin (4/12/2023) menyetujui penjualan senjata senilai 583 juta dolar AS kepada Arab Saudi seiring dengan meningkatnya ketegangan di Teluk karena serangkaian serangan maritim Houthi, Yaman. Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa penjualan tersebut mencakup Modernisasi Pesawat Sistem Pengawasan Udara Taktis RE-3A Tactical Airborne Surveillance System dan peralatan terkait.
Usulan penjualan ini muncul di saat AS berjuang untuk mengatasi ancaman Houthi terhadap keamanan maritim di Teluk yang dilalui pasokan energi global. Arab Saudi telah meminta untuk membeli peralatan untuk memodernisasi pesawat TASS yang diperoleh dari Boeing pada tahun 1980-an. Kerajaan Saudi menginginkan tujuh sistem keamanan GPS/INS, perangkat keras komunikasi, dan sistem intelijen sinyal di antara peralatan lainnya.
"Penjualan yang diusulkan ini akan mendukung tujuan kebijakan luar negeri dan tujuan keamanan nasional Amerika Serikat dengan meningkatkan kemampuan pengawasan Arab Saudi untuk melawan ancaman regional saat ini dan di masa depan," kata Pentagon dalam sebuah pernyataan.
Bersamaan dengan penjualan ke Arab Saudi, pemerintahan Biden mengatakan bahwa pihaknya telah menyetujui penjualan 18 sistem radar AN/TPQ-50 senilai 85 juta dolar AS ke Uni Emirat Arab. Pemerintahan Biden memberi tahu Kongres tentang kedua penjualan tersebut. Namun Kongres perlu memberikan persetujuan akhir.
AS mengatakan bahwa penjualan ini akan melindungi infrastruktur penting dan aset sipil bernilai tinggi serta instalasi militer dari tembakan roket dan artileri, serta kendaraan udara tak berawak.
"UEA adalah mitra penting AS untuk stabilitas politik dan kemajuan ekonomi di Timur Tengah," kata Pentagon dalam sebuah pernyataan, dan menambahkan bahwa "penjualan ini akan mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika Serikat dengan membantu meningkatkan keamanan mitra regional yang penting."
Kedua penjualan ini terjadi ketika Timur Tengah dilanda perang di Gaza antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina yang dipimpin oleh Hamas.
Sebelum konflik meletus, AS telah berupaya menormalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel. Para pejabat AS mengatakan bahwa serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel selatan sebagian dirancang untuk menggagalkan proses tersebut.
UEA menormalkan hubungan dengan Israel pada tahun 2020 sebagai bagian dari perjanjian yang ditengahi oleh AS yang dinamakan Perjanjian Abraham.
Houthi meningkatkan serangan maritim