REPUBLIKA.CO.ID, AL-ARISH -- Lusinan utusan Dewan Keamanan PBB mengunjungi perbatasan Mesir dan Jalur Gaza. Kunjungan ini dilakukan beberapa hari setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan ribuan orang di Gaza mengalami kelaparan.
Uni Emirat Arab (UEA) mengatur perjalanan ke Rafah di mana bantuan kemanusiaan dan bahan bakar yang terbatas dikirimkan ke Gaza. Sementara Dewan Keamanan menegosiasikan resolusi yang dirancang UEA yang menuntut pihak-pihak yang bertikai untuk "mengizinkan penggunaan semua rute darat, laut, dan udara ke dan di seluruh" Gaza untuk mengirimkan bantuan.
Resolusi ini juga akan membentuk mekanisme pemantauan bantuan yang dikelola PBB di Jalur Gaza. Belum jelas kapan pemungutan suara resolusi tersebut dapat dilakukan.
Duta Besar UEA untuk PBB Lana Nusseibeh mengatakan tujuan dari kunjungan tersebut untuk mempelajari secara langsung apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan operasi kemanusiaan yang memenuhi kebutuhan rakyat Palestina di Gaza. Ia mengatakan, kunjungan ini bukan kunjungan resmi Dewan Keamanan.
AS tidak mengirimkan perwakilan dalam kunjungan yang dilakukan setelah Washington memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendesak gencatan senjata kemanusiaan dalam perang Israel dan Hamas di Gaza.
"Amerika Serikat sangat menyadari situasi yang sangat sulit di Rafah dan bekerja sepanjang waktu untuk mencoba memperbaiki situasi di lapangan," kata juru bicara Misi AS untuk PBB Nate Evans.
Ia mengatakan diplomasi AS "terus membuahkan hasil" dan Washington telah "menegaskan diperlukan lebih banyak bantuan dan terus mendukung jeda kemanusiaan di mana para sandera dapat dibebaskan dan bantuan dapat ditingkatkan."
Prancis dan Gabon juga tidak mengirimkan perwakilannya dalam perjalanan ke Rafah. Misi PBB Prancis belum menanggapi permintaan komentar.
"Saya mendesak Dewan Keamanan menekan untuk mencegah bencana kemanusiaan di Gaza dan saya mengulangi seruan saya untuk gencatan senjata kemanusiaan. Sayangnya, Dewan Keamanan gagal melakukannya," ujar Guterres di media sosial pada hari Ahad (10/12/2023).
"Namun, hal itu tidak membuatnya kurang penting. Saya berjanji: Saya tidak akan menyerah," tulis Guterres.
Pada Rabu (6/12/2023) lalu ia juga melakukan langkah langka menggunakan pasal dalam Piagam PBB untuk memperingatkan Dewan Keamanan mengenai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.