REPUBLIKA.CO.ID, ROMA – Italia, Prancis, dan Jerman meminta Uni Eropa menjatuhkan sanksi ad hoc kepada Hamas serta para pendukungnya. Permintaan itu diajukan ketika Israel terus menggempur wilayah selatan Jalur Gaza tempat penduduk sipil mengungsi.
“Kami menyatakan dukungan penuh kami terhadap proposal untuk menciptakan rezim sanksi ad hoc terhadap Hamas dan para pendukungnya,” kata menteri luar negeri (menlu) Italia, Prancis, dan Jerman dalam sebuah surat bersama yang dikirimkan kepada kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, Senin (11/12/2023).
“Penerapan cepat sanksi ini akan memungkinkan kami mengirimkan pesan politik yang kuat tentang komitmen Uni Eropa terhadap Hamas dan solidaritas kami dengan Israel,” kata menlu Italia, Prancis, dan Jerman dalam isi surat yang dilihat Reuters.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyerukan Hamas agar segera menyerah. Dia meyakini pertempuran di Jalur Gaza sudah memasuki fase akhir.
Namun konfrontasi sengit masih berlangsung, baik di wilayah selatan maupun utara. “Perang masih berlangsung, namun ini adalah awal dari berakhirnya Hamas. Saya katakan kepada teroris Hamas: Ini sudah berakhir,” kata Netanyahu pada Ahad (10/12/2023), dikutip laman Alarabiya.
Netanyahu kemudian membuat pernyataan retorik dengan meminta para anggota Hamas agar jangan bersedia terbunuh hanya untuk pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar. “Jangan mati demi Sinwar. Menyerahlah sekarang,” ujarnya.
Netanyahu mengeklaim, dalam beberapa hari terakhir, puluhan anggota Hamas telah menyerah kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Namun IDF belum memberikan bukti apa pun terkait klaim tersebut. Hamas pun telah membantah pernyataan Netanyahu.
Sementara itu, sayap bersenjata kelompok Hamas, Brigade Al Qassam, menyatakan akan terus berjuang dan memberikan perlawanan pada pasukan Israel di Jalur Gaza. Saat ini pertempuran Hamas-Israel tengah terkonsentrasi di wilayah selatan Gaza, terutama di Khan Younis.
“Kami tidak punya pilihan selain melawan penjajah biadab ini di setiap lingkungan, jalan, dan gang,” ujar Juru Bicara Brigade Al Qassam Abu Ubaidah, Ahad kemarin.
Abu Ubaidah mengatakan, penghancuran-penghancuran yang dilakukan Israel di Gaza bertujuan mematahkan kekuatan perlawanan mereka. “Namun kami berperang di tanah kami dalam pertempuran suci,” ucapnya.
Abu Ubaidah pun memperingatkan bahwa kehidupan orang-orang yang masih disandera hanya dapat terjamin jika tuntutan kelompoknya dipenuhi. “Baik musuh fasis dan kepemimpinannya yang arogan, maupun para pendukungnya, tidak dapat membuat tawanan mereka hidup-hidup tanpa pertukaran dan negosiasi serta memenuhi tuntutan (kelompok) perlawanan,” katanya.
Pada 24 November hingga 1 Desember 2023 lalu, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Selama periode tersebut, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera.
Hamas membebaskan 105 sandera. Mereka terdiri dari 80 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 210 tahanan Palestina.