Rabu 13 Dec 2023 23:02 WIB

Israel Akui Alami Kekalahan Tempur Terburuk Sejak Oktober dan Isolasi Diplomatik

Biden sebut pemboman Israel terhadap warga sipil telah rugikan dukungan internasional

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga Palestina sedang memeriksa kondisi bangunan yang rusak akibat serangan Israel di Rafah, Jalur Gaza
Foto: AP Photo/Hatem Ali
Warga Palestina sedang memeriksa kondisi bangunan yang rusak akibat serangan Israel di Rafah, Jalur Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Israel mengumumkan kekalahan tempur terburuknya selama lebih dari satu bulan pada hari Rabu (13/12/2023) setelah penyergapan di reruntuhan Kota Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi isolasi diplomatik yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dan bencana kemanusiaan yang semakin parah.

Pertempuran sengit terjadi secara bersamaan di bagian utara dan selatan daerah kantong tersebut, sehari setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera. Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa pemboman "tanpa pandang bulu" yang dilakukan Israel terhadap warga sipil telah merugikan dukungan internasional.

Pesawat-pesawat tempur kembali mengebom wilayah Gaza dan para petugas bantuan mengatakan bahwa datangnya cuaca musim dingin yang disertai hujan memperburuk kondisi ratusan ribu keluarga yang tidur seadanya di tenda-tenda darurat. Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah kehilangan tempat tinggal.

Israel meluncurkan kampanye untuk memusnahkan kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza dengan simpati global. Ini setelah para pejuang menyerbu melintasi pagar perbatasan pada tanggal 7 Oktober, insiden itu mengakibatkan 1.200 warga di Israel tewas, sebagian besar warga sipil, dan Hamas menyandera 240 orang.

Sejak saat itu, pasukan Israel telah mengepung daerah kantong tersebut dan membumihanguskan sebagian besar daerah tersebut. Serangan Israel ini telah membuat lebih dari 18.400 warga sipil dipastikan gugur, menurut otoritas kesehatan Palestina. Dan ribuan lainnya dikhawatirkan tewas tertimbun reruntuhan atau tidak terjangkau ambulans.

Di Rafah, di ujung selatan Jalur Gaza, tempat ratusan ribu orang mencari perlindungan, jenazah satu keluarga yang syahid dalam serangan udara Israel dikenumikan di tengah hujan dengan kain kafan putih berlumuran darah, termasuk beberapa anak kecil. Salah satunya, yang hanya seukuran bayi yang baru lahir, dibungkus dengan selimut merah muda.

Ahmed Abu Reyash mengambil jenazah keponakannya, Sama dan Sara, yang berusia 5 dan 7 tahun. Ketika dia berjalan di jalan sambil membawa salah satu dari gadis-gadis itu, seorang kerabatnya menarik kain kafan. "Ini adalah anak-anak! Anak-anak! Apakah mereka membunuh orang lain selain anak-anak? Tidak! Mereka tidak berdosa! Mereka membunuh mereka dengan tangan-tangan kotor mereka!," kata salah satu kerabat korban berteriak.

Sejak gencatan senjata selama seminggu tak dilanjutkan pada awal Desember, pasukan Israel telah memperluas kampanye darat mereka. Serangan dimulai dari Jalur Gaza utara ke selatan dengan menyerbu kota utama di selatan, Khan Younis.

Sementara itu, pertempuran semakin meningkat di tengah reruntuhan wilayah utara, di mana Israel sebelumnya mengklaim bahwa sebagian besar tujuan militernya telah tercapai. Israel melaporkan sepuluh tentaranya tewas dalam 24 jam terakhir, termasuk seorang kolonel penuh yang memimpin sebuah markas dan seorang letnan kolonel yang memimpin sebuah resimen. 

Ini merupakan jumlah korban terburuk dalam satu hari sejak 15 orang tewas pada 31 Oktober. Sebagian besar korban tewas terjadi di distrik Shejaiya, Kota Gaza di bagian utara, di mana pasukan disergap saat mencoba menyelamatkan sekelompok tentara lain yang menyerang pejuang di sebuah gedung, kata militer.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement