Kamis 14 Dec 2023 11:03 WIB

Pembungkaman Pers, Myanmar Tangkap Dua Jurnalis

Myanmar salah satu negara yang paling banya memenjarakan jurnalis.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
 Pengunjuk rasa pro demokrasi Myanmar menandai peringatan satu tahun perebutan kekuasaan oleh tentara, dengan topeng bendera dan plakat di Parliament Square, London, Selasa, 1 Februari 2022. Penentang kekuasaan militer di Myanmar pada Selasa menandai peringatan satu tahun dari perebutan kekuasaan oleh tentara dengan pemogokan nasional untuk menunjukkan kekuatan dan solidaritas mereka di tengah kekhawatiran tentang apa yang telah menjadi perebutan kekuasaan yang semakin keras, demonstrasi juga terjadi di ibu kota dunia lainnya.
Foto: AP/Alastair Grant
Pengunjuk rasa pro demokrasi Myanmar menandai peringatan satu tahun perebutan kekuasaan oleh tentara, dengan topeng bendera dan plakat di Parliament Square, London, Selasa, 1 Februari 2022. Penentang kekuasaan militer di Myanmar pada Selasa menandai peringatan satu tahun dari perebutan kekuasaan oleh tentara dengan pemogokan nasional untuk menunjukkan kekuatan dan solidaritas mereka di tengah kekhawatiran tentang apa yang telah menjadi perebutan kekuasaan yang semakin keras, demonstrasi juga terjadi di ibu kota dunia lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemerintah militer Myanmar menangkap dua orang jurnalis situs berita lokal. Tindakan ini merupakan pembungkaman terbaru kebebasan pers sejak militer berkuasa hampir tiga tahun yang lalu.

Pemimpin redaksi Dawei Watch yang meminta namanya tidak disebutkan karena khawatir dengan pembalasan dari pihak berwenang mengatakan Aung San Oo dan Myo Myint Oo ditangkap pada Senin (11/12/2023) malam di rumah mereka di Kota Myeik. Kota itu terletak 560 kilometer dari kota terbesar Myanmar, Yangon.

Baca Juga

Pemimpin redaksi itu mengatakan dua jurnalis tersebut ditangkap tiga hari setelah mereka pulang dari persembunyian dan pasukan keamanan memberitahu keluarga mereka para jurnalis itu ditangkap atas berita yang mereka terbitkan. Komputer dan telepon genggam para reporter dan anggota keluarga mereka disita polisi.

Pemimpin redaksi juga mengatakan para wartawan itu ditahan di kamp interogasi. Sebagian besar liputan Dawei Watch di selatan Myanmar.

"Para wartawan menulis laporan berita dan memproduksinya sesuai dengan etika jurnalisme. Menulis laporan bukanlah sebuah kejahatan," kata kata pemimpin redaksi Dawei Watch, Rabu (14/12/2023).

"Menangkap, menginterogasi, dan mengambil tindakan terhadap para jurnalis dengan cara yang sama seperti yang dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan seharusnya tidak diperbolehkan. Jadi saya ingin mengatakan bebaskan para jurnalis yang ditahan sesegera mungkin," tambahnya.

Pemimpin redaksi Dawei Watch mengatakan...

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement