REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyuarakan keprihatinan atas melonjaknya jumlah korban jiwa dalam peperangan di Jalur Gaza yang kini sudah menembus 20 ribu. Dia mengatakan, angka tersebut tak dapat diterima.
“Jumlahnya tidak dapat diterima dan sangat besar serta tidak jelas, dan kata sifat apa pun yang ingin Anda gunakan selama beberapa waktu,” kata Dujarric kepada awak media, Rabu (20/12/2023), dilaporkan Anadolu Agency.
Oleh sebab itu, dia menyerukan agar gencatan senjata kembali diterapkan di Gaza. "Kami ingin senjata tidak lagi digunakan karena kami dapat menjangkau masyarakat Gaza yang paling membutuhkan bantuan saat ini,” ujar Dujarric.
Dia pun mengomentari tentang kembali tertundanya proses pemungutan suara rancangan resolusi berisi seruan gencatan senjata dan penghentian permusuhan Gaza di Dewan Keamanan PBB. Menurut Dujarric, proses pembahasan terus berlangsung di badan beranggotakan 15 negara tersebut.
“Posisi Sekretaris Jenderal (PBB) tidak berubah. Dia menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, dan juga menyerukan terciptanya kondisi di lapangan yang kondusif untuk pengiriman bantuan kemanusiaan yang lebih luas,” kata Dujarric.
Dujarric sempat merespons pertanyaan wartawan yang mempertanyakan apakah PBB badan yang dapat dipercaya untuk memantau pengiriman bantuan ke Gaza. “Saya tidak akan memasukkan kami ke dalam diskusi yang sedang berlangsung di Dewan (Keamanan) karena kami tahu betapa rumitnya hal tersebut,” jawab Dujarric.
“Apa yang dapat saya sampaikan kepada Anda adalah bahwa di seluruh dunia, PBB melakukan pekerjaan kemanusiaannya berdasarkan prinsip-prinsip ketidakberpihakan, dan hal itu terjadi di setiap sudut dunia dan kami akan terus melakukannya dengan cara yang sama,” tambahnya.
Hingga Rabu, (20/12/2023), jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat agresi Israel telah menembus 20 ribu jiwa. Sementara korban luka hampir mencapai 53 ribu orang. Jumlah itu dihitung sejak Israel memulai agresinya ke Gaza pada 7 Oktober 2023.