Senin 25 Dec 2023 16:28 WIB

Takut Diserang Houthi, Kapal Kargo Jepang Hindari Laut Merah

Perubahan rute pelayaran dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan helikopter yang dioperasikan Houthi terbang di atas kapal kargo Galaxy Leader di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, (20/11/2023).
Foto: EPA-EFE/HOUTHIS MEDIA CENTER
Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan helikopter yang dioperasikan Houthi terbang di atas kapal kargo Galaxy Leader di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, (20/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kapal-kapal kargo komersial Jepang mulai menghindari pelayaran melewati Laut Merah. Hal itu karena mereka khawatir menjadi sasaran serangan kelompok Houthi Yaman.

Perusahaan pelayaran Jepang Nippon Yusen dan Mitsui O.S.K. Lines telah mengubah arah kapal mereka menjauh dari Laut Merah. Langkah tersebut turut diambil perusahaan pelayaran Jepang lainnya, yakni Kawasaki Kisen Kaisha. Sebaliknya, kapal-kapal Jepang melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan dan melintasi Amerika Utara.

Baca Juga

“(Perubahan rute diambil) kemungkinan bahwa mereka yang memiliki hubungan dengan Israel dapat menjadi sasaran Houthi,” lapor stasiun televisi Jepang NHK, Senin (25/12/2023).

Perubahan jalur laut dengan menghindari pelayaran melintasi Laut Merah dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo. Hal itu karena Laut Merah merupakan jalur terpendek antara Asia dan Eropa melalui Terusan Suez. Laut Merah adalah salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.

Pada 18 Desember 2023, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian (OPG). Dia mengatakan OPG dibentuk sebagai respons atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah.

“Meningkatnya serangan Houthi yang berasal dari Yaman baru-baru ini mengancam kebebasan perdagangan, membahayakan pelaut yang tidak bersalah, dan melanggar hukum internasional,” ujar Austin.

Dia menambahkan negara-negara...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement