Jumat 29 Dec 2023 18:06 WIB

Perang Ukraina, Pemimpin G7 akan Bahas Teori Hukum Baru untuk Sita Aset Rusia

Pemimpin G7 sudah lama mendesak Rusia mematuhi hukum internasional.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Sebuah mobil terbakar di lokasi jatuhnya rudal Rusia yang menargetikan ibu kota Kyiv, Ukraina, Rabu (30/8/2023). Pasukan Rusia melancarkan serangan dengan target ibu kota Ukraina Kyiv.
Foto: EPA-EFE/VADYM SARAKHAN
Sebuah mobil terbakar di lokasi jatuhnya rudal Rusia yang menargetikan ibu kota Kyiv, Ukraina, Rabu (30/8/2023). Pasukan Rusia melancarkan serangan dengan target ibu kota Ukraina Kyiv.

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTIANSTED -- Pemimpin G7 akan membahas teori hukum baru yang dapat membuat mereka membekukan aset Rusia senilai 300 miliar dolar AS. Dua sumber dan seorang pemerintah Inggris mengatakan rencana ini akan dibahas dalam pertemuan bulan Februari.

Dalam beberapa bulan terakhir Amerika Serikat (AS) dan Inggris mulai upaya untuk menyita aset-aset Rusia di Belgia dan kota-kota Eropa lainnya. Tiga orang sumber mengatakan dua negara itu berharap pemimpin-pemimpin G7 sepakat untuk mengeluarkan pernyataan yang lebih keras saat mereka bertemu pada akhir Februari mendatang.

Baca Juga

Langkah ini diambil saat Presiden AS Joe Biden mendapat penolakan dari Partai Republik atas permintaan dana sebesar 61 miliar dolar AS untuk bantuan ke Ukraina. Pemerintah AS memperingatkan hilangnya bantuan akan menimbulkan konsekuensi yang sangat besar bagi Ukraina.

Para sumber mengatakan AS yang didukung Inggris, Jepang dan Kanada mengusulkan kelompok kerja G7 untuk membangun opsi bagi pemimpin-pemimpin G7. Namun, memperingatkan untuk tidak mengharapkan adanya pengumuman pasti mengenai penyitaan aset dalam pertemuan Februari.

Salah satu sumber mengatakan teori hukum yang baru akan mengizinkan penyitaan aset negara agresor di situasi yang sangat spesifik.

"AS sudah berhasil membangun teori hukum bagaimana agar Rusia dapat dimintai pertanggungjawaban yang kami pikir akan ditegakan di pengadilan internasional dan diakui legalitimasinya," katanya.

Dua sumber mengatakan belum ada keputusan...

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement