Sabtu 06 Jan 2024 10:50 WIB

Negara-negara Teluk Arab Kutuk Keras Rencana Israel Pindahkan Warga Gaza ke Kongo

Komunitas internasional diminta bertindak atas tindakan Israel.

Rep: Mabruroh/ Red: Nora Azizah
Warga Palestina mengantri untuk mendapatkan makanan gratis di Rafah, Jalur Gaza.
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Warga Palestina mengantri untuk mendapatkan makanan gratis di Rafah, Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Beberapa negara Teluk Arab pada Kamis (4/1/2024), mengutuk keras rencana Israel yang akan memindahkan seluruh warga Gaza ke Republik Kongo. Seruan tersebut keluar dari dua menteri Israel, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich.

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir pada Senin lalu menyerukan untuk mempromosikan solusi untuk mendorong emigrasi penduduk Gaza dan pembentukan kembali permukiman Israel di wilayah Palestina. Komentar itu keluar, setelah sebelumnya, Menteri Keuangan sayap kanan Israel Smotrich membuat pernyataan serupa.

Baca Juga

Dilansir dari New Arab, Sabtu (6/1/2024), Arab Saudi mengutuk dan menolak komentar dari kedua menteri itu. Penolakan ini disampaikan langsung oleh kementerian luar negeri dalam sebuah pernyataan.

“Kerajaan meminta komunitas internasional untuk bertindak dalam menghadapi kegigihan pemerintah Israel dalam melanggar hukum internasional melalui pernyataan dan tindakannya,” bunyi pernyataan itu.

Qatar yang memainkan peran mediasi dalam gencatan sensata antara Israel dan hamas pada November lalu, juga mengutuk komentar yang dibuat oleh kedua menteri Israel. 

"Kebijakan hukuman kolektif dan pemindahan paksa yang dipraktikkan oleh otoritas pendudukan terhadap penduduk Gaza tidak akan mengubah fakta bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi Palestina," bunyi pernyataan yang diterbitkan oleh kementerian luar negeri Qatar.

Kuwait memperingatkan keras Israel atas rencana mereka untuk menggusur penduduk Gaza pada khususnya, dan rakyat Palestina pada umumnya. Uni Emirat Arab yang menormalkan hubungan dengan Israel pada 2020 juga mengutuk tegas pernyataan ekstremis dari kedua menteri tersebut. 

“UEA menyuarakan penolakan kategoris terhadap pernyataan ofensif semacam itu dan semua praktik yang mengancam eskalasi lebih lanjut dan ketidakstabilan di wilayah tersebut," kata kementerian luar negeri  UEA dalam sebuah pernyataan.

Amerika Serikat, Prancis, dan Uni Eropa juga telah mengecam komentar tersebut. Sebelumnya, pejabat Israel dilaporkan mengadakan pembicaraan rahasia dengan Republik Demokratik Kongo dan negara-negara lain. Pembicaraan mereka dilaporkan membahas pengusiran warga Palestina yang terlantar akibat perang Israel di Jalur Gaza, menurut laporan surat kabar Israel Zman Yisrael.

Surat kabar, yang merupakan outlet saudara berbahasa Ibrani dari Times of Israel, mengatakan kebijakan 'migrasi' Gaza dengan cepat menjadi kebijakan utama pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinet perang mengenai populasi Gaza.

Netanyahu dilaporkan telah memberikan go-ahead untuk kebijakan pengusiran dan anggota kabinet tingkat tinggi mengikutinya, yang telah memulai pembicaraan dengan Kongo sebagai tujuan yang mungkin. Namun belum ada pernyataan secara resmi rencana pengusiran itu  sejak perang pecah pada bulan Oktober.

Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, mengakibatkan kematian sekitar 1.140 orang, menurut angka Israel. Israel melancarkan pemboman intens dan invasi darat yang menyebabkan hilangnya nyawa 22.438 orang, menurut kementerian kesehatan wilayah Palestina. Sebagian besar penduduk Gaza telah dipaksa keluar dari rumah mereka selama hampir tiga bulan perang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement