REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani menginginkan pasukan Amerika Serikat (AS) segera keluar dari negaranya. Namun al-Sudani belum menetapkan tenggat waktu untuk proses tersebut.
Sebagian besar faksi Muslim Syiah di Irak telah lama menyerukan agar pasukan Amerika Serikat di negara tersebut keluar.
Seruan itu semakin menguat sejak pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat di sana menghadapi serangkaian serangan roket dan drone. Hal itu karena pasukan koalisi Amerika Serikat menyerang kelompok-kelompok militan Iran yang juga merupakan dari pasukan keamanan formal Irak.
Serangan-serangan terhadap pasukan koalisi Amerika Serikat di Irak meningkat sejak Israel memulai agresinya ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Peningkatan ketegangan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Irak akan kembali menjadi arena konflik regional.
“Ada kebutuhan untuk mengatur ulang hubungan ini sehingga tidak menjadi target atau pembenaran bagi pihak mana pun, baik internal maupun asing, untuk merusak stabilitas di Irak dan kawasan,” kata Mohammed Shia al-Sudani dalam sebuah wawancara dengan Reuters di Baghdad pada Selasa (9/1/2024).
Al-Sudani mengungkapkan, dia menginginkan agar pasukan koalisi Amerika Serikat keluar dari negaranya karena saat ini Irak sudah dapat mempertahankan diri dari terorisme dan harus menerapkan kedaulatan penuh atas wilayahnya.
Irak tidak memberikan alasan kepada siapa pun untuk menyeret negara tersebut ke dalam konflik regional. “Mengakhiri kehadirannya (pasukan koalisi Amerika Serikat) akan mencegah lebih banyak ketegangan dan keterikatan masalah keamanan internal dan regional,” ucap al-Sudani.
Al-Sudani mengatakan bahwa keluarnya pasukan koalisi Amerika Serikat harus dinegosiasikan melalui “proses pemahaman dan dialog”.
“Mari kita sepakati kerangka waktu (untuk keluarnya koalisi) yang sejujurnya cepat, sehingga serangan tidak akan berlangsung lama dan terus terjadi,” ujarnya, seraya menekankan bahwa hanya berakhirnya perang Israel di Gaza yang akan menghentikan risiko eskalasi regional.
“Ini (berakhirnya perang Gaza) adalah satu-satunya solusi. Jika tidak, kita akan melihat lebih banyak perluasan arena konflik di wilayah sensitif dunia yang memiliki banyak pasokan energi,” tambah Sudani.
Dia mengatakan Irak terbuka untuk membangun hubungan bilateral dan terlibat dalam kerja sama keamanan dengan negara-negara koalisi, termasuk Amerika Serikat.
Hal ini dapat mencakup pelatihan dan pemberian nasihat kepada pasukan keamanan Irak serta pembelian senjata. “(Amerika Serikat) bukanlah musuh bagi kami dan kami tidak sedang berperang melawannya, namun jika ketegangan ini terus berlanjut, hal ini pasti akan berdampak dan menciptakan kesenjangan dalam hubungan ini,” ujarnya.
Pada Senin (8/1/2024) Pentagon mengatakan pihaknya tidak memiliki rencana untuk menarik pasukan Amerika Serikat yang berada di Irak. Irak merupakan salah satu pengkritik paling keras agresi Israel ke Gaza.
Baghdad menggambarkan tindakan Israel sebagai pembunuhan massal dan pengungsian warga sipil Palestina sebagai kasus genosida.
Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki
Namun Irak telah berulang kali mengatakan bahwa serangan yang dilakukan oleh kelompok militant bersenjata terhadap pasukan asing dan misi diplomatik di negaranya sebagai respons atas agresi Israel ke Gaza adalah sebuah tindakan ilegal. Otoritas Irak pun telah menangkap beberapa pelaku dan berupaya mencegah serangan semacam itu terjadi kembali.
Pada saat yang sama, Irak pun mengecam serangan Amerika Serikat ke markas-markas kelompok militan yang menyerangnya. Irak pun menggambarkan serangan baru-baru ini terhadap seorang komandan senior milisi di jantung kota Baghdad sebagai pelanggaran berat terhadap kedaulatan.