REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kelompok perlawanan Islam Irak telah melancarkan serangan pesawat nirawak (drone) ke markas militer Amerika Serikat (AS) di dekat Bandara Erbil, bagian utara Irak. Belum ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan akibat serangan tersebut.
Serangan drone itu menyusul serangan udara AS pada Selasa (23/1/2024) malam, yang mengenai pos Al-Hashd al-Shaabi, atau Unit Mobilisasi Populer (PMU) yang merupakan bagian dari tentara Irak yang terlibat dalam operasi anti-teror. Serangan AS menghantam pos PMU di Babil, Irak tengah, dan Kota Al-Qaim di dekat perbatasan dengan Suriah.
Serangan AS tersebut menyebabkan setidaknya dua korban jiwa dari PMU. Pemerintah Irak mengecam serangan udara AS tersebut, dan menyebut bahwa mereka akan menuntut Washington di tingkat internasional karena telah melanggar kedaulatan Irak.
Perlawanan Irak juga menyatakan bahwa mereka akan memulai fase baru operasi anti-AS dan anti-Israel sebagai balasan atas perang di Gaza, yang disebut oleh berbagai kelompok, termasuk Iran, terjadi karena dukungan langsung dari AS.
Israel memulai perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, melakukan serangan mendadak di wilayah yang diduduki sebagai perlawanan atas kekejaman tanpa henti yang dilakukan rezim Israel atas warga Palestina selama tujuh dekade.
Dengan berlanjutnya konflik yang membunuh warga Palestina di wilayah yang terkepung, gerakan perlawanan lainnya, termasuk Hizbullah Lebanon, Ansarullah Yaman, dan pejuang Irak, melancarkan operasi militer terhadap pos-pos AS dan Israel sebagai upaya untuk menekan rezim tersebut supaya menghentikan aksi genosida mereka.