Jumat 26 Jan 2024 10:48 WIB

Hamas Kecam Rencana Zona Penyangga Israel di Perbatasan Gaza

Bila rencana itu dilaksanakan maka dapat dianggap "pembersihan etnis".

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina yang mengungsi memegang panci dan ember kosong saat menunggu menerima bantuan makanan yang diberikan kelompok pemuda Palestina di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza Selatan, (25/1/2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina yang mengungsi memegang panci dan ember kosong saat menunggu menerima bantuan makanan yang diberikan kelompok pemuda Palestina di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza Selatan, (25/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pejabat Hamas Osama Hamdan mengatakan upaya Israel menciptakan zona penyangga di sepanjang perbatasan Gaza merupakan "kejahatan" dan "agresi terang-terangan" terhadap rakyat Palestina. Hal ini disampaikan setelah sejumlah media melaporkan rencana tersebut.

"Israel berusaha membangun sabuk keamanan di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan menaikan seluruh blok pemukiman dan menghancurkan infrastruktur dan lahan pertanian sipil," kata  Hamdan yang berbasis di Lebanon seperti dikutip Aljazirah, Kamis (25/1/2024).

Baca Juga

"Ini adalah kejahatan dan agresi terang-terangan terhadap tanah kami dan kesucian tempat kami, rakyat dan perlawanan kami akan menggalkan upaya ini," tambahnya. Hamdan menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu "delusional" dan mengatakan Gaza akan menjadi "kuburan" bagi rencananya.

Ia juga mengecam Amerika Serikat (AS) yang "menyuapi" Israel dengan mesin militer dan membiarkan kejahatannya di Gaza. Pada Rabu (24/1/2024) media Israel melaporkan militer ingin menciptakan zona penyangga informal sekitar satu kilometer untuk mencegah penyerang menjangkau komunitas Israel dekat Gaza.

Dua stasiun televisi menayangkan rekaman yang menunjukkan beberapa bangunan yang dihancurkan di Gaza. Dua stasiun televisi itu mengatakan bangunan-bangunan tempat 24 tentara Israel tewas pada Senin (22/1/2024). Kerugian terbesar Israel sejak serangannya ke Gaza usai serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu.

Citra satelit dari Planet Labs PBC yang diambil sebelum serangan pada Sabtu (20/1/2024) pekan lalu terlihat kerusakan merata pada bangunan dan lahan pertanian di area tersebut. Juru bicara militer tidak menyebut istilah "zona penyangga" tapi pasukannya membongkar infrastruktur di dekat perbatasan untuk memberikan keamanan bagi komunitas Israel di seberang perbatasan Gaza.

Sekretaris Jenderal Partai Inisiatif Nasional Palestina Mustafa Barghouti mengatakan, maksud dibalik langkah tersebut untuk mengurangi ukuran Gaza. Ia menambahkan bila rencana itu dilaksanakan maka dapat dianggap "pembersihan etnis" yang juga memberi sinyal kegagalan militer Israel mencapai tujuannya di Gaza.

Mantan jaksa kejahatan perang PBB Geoffrey Nice mengatakan Israel tidak memiliki dasar hukum untuk menciptakan "zona penyangga" di Gaza dengan menghancurkan rumah-rumah rakyat Palestina dan menyita lahan pertanian mereka. "Bila anda ingin zona demiliterisasi anda akan mengisinya dengan ranjau, mengapa tidak menempatkannya di sisi Israel dan menghentikan orang menyeberang? Apa yang mereka usulkan, secara efektif dan berdasarkan interpretasi semua ini adalah penjajahan," kata Nice.

Ia mencatat lahan subur yang diincar Israel sangat penting bagi ekonomi Gaza. "Namun prosesnya sudah dimulai. Banyak bangunan yang sudah diratakan, ini tidak bisa dibenarkan dalam pandangan apa pun, di bawah hukum internasional," kata Nice.

Ia mendorong negara-negara besar untuk menolak perampasan lahan yang dilakukan Israel. AS yang merupakan pendukung terkuat Israel mengatakan Tel Aviv memiliki hak membela diri tapi Washington menolak pengurangan wilayah atau pendudukan militer di Gaza.

AS dan sebagian besar masyarakat internasional mengusulkan rencana pascaperang mencakup pendirian negara Palestina dengan solusi dua negara. Netanyahu menolak kemungkinan tersebut.

Barghouti mengatakan, jika AS serius dalam menentang zona penyangga, maka AS akan mengatakan kepada Israel untuk menghentikan serangannya terhadap Gaza. "Sayangnya, Amerika Serikat adalah partisipan dalam perang ini, dan selama mereka tidak mendukung gencatan senjata, mereka menjadi partisipan dalam kejahatan perang yang terjadi di Gaza," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement