Senin 29 Jan 2024 16:30 WIB

Liga Arab dan OKI Sesalkan Sejumlah Negara Bekukan Pendanaan untuk Pengungsi Palestina

85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Muhammad Hafil
Warga Palestina yang mengungsi memegang panci dan ember kosong saat menunggu menerima bantuan makanan yang diberikan oleh kelompok pemuda Palestina di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza Selatan, (25/1/2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina yang mengungsi memegang panci dan ember kosong saat menunggu menerima bantuan makanan yang diberikan oleh kelompok pemuda Palestina di kamp pengungsi Rafah, Jalur Gaza Selatan, (25/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO – Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyesalkan keputusan sejumlah negara menangguhkan atau membekukan pendanaan mereka ke Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Penangguhan bantuan itu menyusul adanya tudingan yang menyebut beberapa staf UNRWA terlibat dalam serangan dan operasi infiltrasi Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Liga Arab berpendapat, penangguhan pendanaan untuk UNRWA bertujuan mengabaikan upaya bantuan bagi jutaan pengungsi Palestina. “Kampanye ini bukanlah hal baru dan bertujuan untuk melikuidasi kerja badan tersebut (UNRWA), yang melayani jutaan pengungsi Palestina,” kata Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul-Gheit, Ahad (28/1/2024), dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Dia memperingatkan bahwa penangguhan pendanaan untuk UNRWA di tengah serangan mematikan Israel di Jalur Gaza berarti membiarkan warga sipil Palestina kelaparan dan mengungsi. “(Penangguhan dana) juga melaksanakan rencana Israel untuk menghilangkan perjuangan mereka (warga Palestina) untuk selamanya,” ucapnya.

Sementara itu OKI mengatakan, penangguhan pendanaan terhadap UNRWA adalah sebuah hukuman kolektif. OKI memperingatkan bahwa hal itu akan memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza. “OKI mendesak negara-negara yang telah menangguhkan pendanaan mereka kepada badan PBB tersebut (UNRWA) untuk membatalkan keputusan mereka agar badan tersebut dapat terus memberikan layanan dan kebutuhan penting, termasuk makanan, tempat tinggal dan layanan kesehatan dasar kepada orang-orang di kamp pengungsi, khususnya di Jalur Gaza,” kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya, Ahad lalu.

UNRWA tengah diterpa krisis karena sejumlah negara memutuskan menangguhkan sementara pendanaan atau sumbangan mereka untuk organisasi tersebut. Hal itu karena adanya tudingan yang menyebut beberapa staf UNRWA terlibat dalam serangan dan operasi infiltrasi Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Merespons isu tersebut, UNRWA mengatakan, mereka telah memutuskan kontrak dengan beberapa stafnya yang dituduh terlibat dalam operasi Hamas pada 7 Oktober 2023. Kendati demikian, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengaku terkejut bahwa beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Australia, Inggris, Prancis, dan Kanada, memilih membekukan pendanaan untuk lembaganya sebagai tanggapan atas dugaan keterlibatan staf UNRWA dalam serangan Hamas ke Israel pada Oktober tahun lalu.

“Akan sangat tidak bertanggung jawab jika memberikan sanksi kepada sebuah badan dan seluruh komunitas yang dilayaninya karena tuduhan tindakan kriminal terhadap beberapa individu, terutama pada saat perang, pengungsian dan krisis politik di wilayah tersebut,” kata Lazzarini, Ahad lalu, dikutip laman Anadolu Agency.

Lazzarini mengingatkan, UNRWA adalah lembaga kemanusiaan utama di Gaza. Dia menyebut lebih dari 2 juta orang di Gaza bergantung pada UNRWA untuk kelangsungan hidup mereka. “Banyak yang kelaparan karena waktu terus berjalan menuju bencana kelaparan yang akan terjadi. Badan ini mengelola tempat penampungan bagi lebih dari 1 juta orang dan menyediakan makanan serta layanan kesehatan dasar bahkan pada puncak permusuhan,” ungkapnya.

“Saya mendesak negara-negara yang telah menangguhkan pendanaan mereka untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum UNRWA terpaksa menghentikan respons kemanusiaannya. Kehidupan masyarakat di Gaza bergantung pada dukungan ini dan begitu pula stabilitas regional,” tambah Lazzarini.

Israel tidak sekali menuduh staf-staf UNRWA bekerja atau terlibat dalam operasi Hamas. Hal itu menjadi dalih bagi Israel untuk menyerang fasilitas-fasilitas UNRWA di Gaza. Hingga berita ini ditulis, setidaknya 26.422 warga Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu korban luka melampaui 65 ribu orang. 

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur. (Kamran Dikarma)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement