REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Korea Utara (Korut) telah menembakkan beberapa rudal jelajah di lepas pantai baratnya, Selasa (30/1/2024). Penembakan itu dilakukan hanya dua hari setelah Korut menguji rudal jelajah yang diluncurkan kapal selam dari pantai timurnya.
Terkait peluncuran terbaru, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (Korsel) mengungkapkan, pihaknya mendeteksi penembakan rudal Korut pada pukul 07:00 waktu setempat. Namun tak disebutkan berapa banyak rudal yang diluncurkan.
“Sambil memperkuat pemantauan dan kewaspadaan kami, militer kami telah berkoordinasi erat dengan Amerika Serikat (AS) untuk memantau tanda-tanda tambahan provokasi Korut,” kata Kepala Staf Gabungan Korsel dalam pesan teks yang dikirimkan kepada awak media, dikutip laman kantor berita Korsel, Yonhap.
Peluncuran rudal pada Selasa pagi menandai peluncuran rudal jelajah ketiga dalam sepekan. Pada Ahad (28/1/2024), Korut menguji coba rudal jelajah strategis yang baru dikembangkan dan diluncurkan dari kapal selam, diberi nama “Pulhwasal-3-31”. Peluncuran dilakukan di dekat Sinpo, galangan kapal utama untuk kapal selam. Pulhwasal-3-31 pertama kali dites pada Rabu (24/1/2024) pekan lalu.
Korut mengklaim, rudal Pulhwasal-3-31 terbang sekitar dua jam dalam pengujian pada Ahad lalu, dan mencapai target yang telah ditentukan. Korsel meragukan klaim Korut bahwa Pulhwasal-3-31 mengudara selama dua jam. Seoul menuduh Pyongyang melebih-lebihkan waktu penerbangan.
Korut pertama kali menguji coba rudal jelajah Hwasal-1 pada September 2021. Ia kemudian meluncurkan beberapa rudal jelajah Hwasal-1 dan Hwasal-2 yang dianggap mampu membawa senjata nuklir taktis pada tahun lalu. Jangkauan penerbangan normal Hwasal-1 diperkirakan sekitar 1.500 kilometer. Sedangkan Hwasal-2 diperkirakan memiliki jangkauan sekitar 2.000 kilometer. Hwasal berarti "panah" dalam bahasa Korea, dan Pulhwasal berarti "panah api".
Rudal jelajah tersebut menambah ancaman terhadap sistem pertahanan udara Korsel. Para ahli mengatakan rudal jelajah yang diluncurkan dari kapal selam dapat menimbulkan ancaman serius bagi sistem pertahanan udara Korsel jika disempurnakan. Sebab rudal tersebut lebih sulit dideteksi dan ditembak jatuh karena ketinggian terbangnya yang rendah dan kemampuan serangan yang presisi.
Hingga saat ini, Korut dan Korsel masih kerap bersitegang. Kedua negara tersebut diketahui belum menandatangani perjanjian damai sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953.