Sabtu 03 Feb 2024 12:44 WIB

Perempuan Pertama Arab Saudi yang Menyetir Mobil dan Kesannya di Balik Kemudi

Arab Saudi izinkan perempuan mengemudi

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
Perempuan Arab Saudi saat menyetir mobilnya sendiri
Perempuan Arab Saudi saat menyetir mobilnya sendiri

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH - Selama beberapa dekade, perempuan di Arab Saudi tidak diperbolehkan mengemudi. Baru pada 2017 Raja Salman bin Abdulaziz mengeluarkan keputusan bahwa perempuan diperbolehkan mendapatkan Surat Izin Mengemudi.

Hanya dalam kurun waktu beberapa tahun, jalan-jalan di kerajaan dipenuhi wanita yang cocok dengan pria di belakang kemudi. Bahkan dalam hal gaya mengemudi mereka yang membuat heboh. Apa yang beberapa tahun lalu tidak terbayangkan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan perkotaan di Arab Saudi.

Baca Juga

Upaya pertama perempuan Arab Saudi untuk mengabaikan larangan perempuan mengemudi mobil sudah dilakukan pada 1990-an dan dipelopori oleh akademisi Arab Saudi Aisha al-Mana, yang lahir pada 1948.

Pada 1990, al-Mana berkendara dari kota Khobar di pantai timur Arab Saudi menuju ibu kota, Riyadh. Pada 6 November di tahun yang sama, dia dan 46 perempuan lainnya melakukan konvoi melalui jalan-jalan ibu kota. Ini sebuah tindakan yang mendapat teguran keras dari otoritas dan ulama Arab Saudi. 

Untuk waktu yang lama, tidak jelas apa yang memicu iring-iringan mobil itu melintasi Riyadh dan dari mana datangnya keberanian untuk melakukan hal tersebut.

Namun, dalam otobiografinya yang berjudul The Boundaries of Memory, al-Mana tidak hanya berbicara tentang masa kecilnya dan studinya di Amerika, tetapi juga tentang mengemudi untuk pertama kalinya di Arab Saudi pada tahun 1990-an.

Itu adalah otobiografi aktivis Arab Saudi Aisha al-Mana, mulai dari kelahirannya di Al Khobar hingga realisasi impian ayahnya untuk mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran Mohammed Al Mana, pendirian Rafeef Scientific Endowment dan semuanya transformasi yang penulis saksikan dan jalani.

Pada awal abad kedua puluh, ayahnya, Muhammad al-Mana, menghabiskan dua belas tahun masa kecilnya di India, di mana ia bersekolah di sekolah bahasa Inggris. Ia kembali ke Arab Saudi pada usia 20-an dan bekerja sebagai penerjemah untuk Raja Abdulaziz Al Saud (1880–1953). 

Ia juga bertindak sebagai penerjemah bagi pengusaha India dan menjadi moderator diskusi antara raja dan orientalis Leopold Weiss, yang dikenal di Barat sebagai Muhammad Asad setelah masuk Islam.

Pada pertengahan 1930-an, ayah al-Mana beralih ke perusahaan California Arabian Oil (sekarang Aramco) ketika perusahaan tersebut mulai melakukan pengeboran minyak di bagian timur Arab Saudi dan kemudian menjadi perusahaan jasa.

Pada tahun-tahun berikutnya, Khobar mengalami transformasi besar-besaran sebagai kekuatan yang mencoba menciptakan kota seperti Manhattan. Di kota impian inilah Aisha al-Mana dibesarkan. Namun terlepas dari perkembangan perkotaan di sekelilingnya, pendidikan anak perempuan hanya terbatas pada urusan rumah tangga dan keluarga.

Suatu hari, ketika Aisha sedang bermain dengan anak-anak tetangga, ayahnya datang dan menjemputnya dan membawanya ke bandara terdekat. Sesampainya di sana, dia memberitahunya bahwa dia akan membawanya ke Mesir, tempat dia akan bersekolah.

 

Ia meraih...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement