Selasa 06 Feb 2024 17:27 WIB

Blinken Bahas Masa Depan Gaza dengan Pangeran Mohammed Bin Salman

Blinken juga menegaskan aksi AS di kawasan sebagai langkah defensif.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melambai saat ia tiba di Bandara Kairo Timur, di Kairo, Selasa, 6 Februari 2024.
Foto: AP Photo/Mark Schiefelbein
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melambai saat ia tiba di Bandara Kairo Timur, di Kairo, Selasa, 6 Februari 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken kembali ke Timur Tengah untuk mencoba meraih kemajuan di beberapa front. Ini merupakan kemajuan dalam kesepakatan pembebasan sandera, mengkoordinasikan pascakonflik di Gaza dan memastikan perang Israel-Hamas tidak menyebar ke seluruh kawasan.

Kunjungan ini dilakukan saat AS menggelar serangan udara ke milisi-milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah akhir pekan lalu. Tanggap atas serangan drone yang menewaskan tiga tentara AS dan melukai 40 orang lainnya  di Yordania. Sementara pasukan AS juga menggelar serangan ke lokasi Houthi di Yaman.

Baca Juga

Dikutip dari CNN, Selasa (6/2/2024) seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan Blinken akan bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Mereka akan membahas "koordinasi kawasan" untuk mengakhiri Israel di Gaza berakhir dan rencana untuk Jalur Gaza setelah perang berakhir.

Dalam kunjungan kelimanya ke Timur Tengah sejak serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 oktober lalu, Blinken juga menegaskan aksi AS di kawasan sebagai langkah defensif bukan untuk meningkatkan ketegangan.

Sebelumnya dilaporkan warga Palestina yang hidup dibawah pengeboman Israel berharap kunjungan Blinken ke Timur Tengah akan menghasilkan gencatan senjata. Kunjungan pekan ini juga kunjungan pertama Blinken ke Timur Tengah sejak Washington menjadi perantara Israel dalam perundingan gencatan senjata.

Tawaran yang disampaikan Qatar dan Mesir ke Hamas pekan lalu masih menunggu respon dari kelompok itu. Hamas ingin kesepakatan gencatan senjata mengikuti jaminan diakhirinya serangan ke Jalur Gaza.

Dorongan diplomasi AS ini dilakukan saat Washington mencoba mencegah eskalasi lebih lanjut di kawasan. Usai militer AS menggelar serangan udara ke kelompok-kelompok yang didukung Iran di seluruh Timur Tengah.  

Sementara Israel melanjutkan serangannya dalam pertempuran paling intensif selama perang dan mengancam akan menyerang Rafah, kota kecil di mana lebih dari setengah juta rakyat Palestina mengungsi. Sebagian besar pengungsi tinggal di tenda-tenda sementara.

Sumber menjelaskan proposal gencatan senjata menawarkan jeda pertempuran selama 40 hari. Di saat yang sama Hamas membebaskan sisa sandera dari 253 yang mereka bawa dari Israel dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu.

Jeda pertempuran memungkinkan bantuan masuk untuk meringankan krisis kemanusiaan di Gaza dan mengizinkan 2,3 juta warga Gaza kembali ke rumah mereka. Gencatan senjata sebelumnya hanya berumur satu pekan.

"Kami ingin perang berakhir dan kami ingin pulang, hal itu yang kami inginkan pada tahap ini," kata Yamen Hamad lewat aplikasi kirim pesan, Senin (5/2/2024).

Ayah dari empat orang anak mengirim pesan itu dari sekolah PBB di Deir al-Balah, Gaza tengah. Salah satu area yang belum diserang tank Israel dan dipadati puluhan ribu pengungsi.

"Yang kami lakukan hanya mendengar berita dari radio kecil dan melihat internet dengan penuh harapan. Kami berharap Blinken akan memberitahu (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu, sudah cukup dan kami berharap faksi kami memutuskan yang terbaik bagi rakyat kami," kata pria berusia 35 tahun itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement