Rabu 21 Feb 2024 14:16 WIB

Ribuan Dokter Magang di Korsel Lakukan Aksi Mogok Kerja

KIRA mengkritik keras rencana Pemerintah meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Ilustrasi dokter
Foto: Dok. Freepik
Ilustrasi dokter

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Ribuan dokter magang di Korea Selatan (Korsel) telah berpartisipasi dalam aksi mogok kerja. Hal itu merupakan bentuk protes mereka atas rencana Pemerintah Korsel meningkatkan kuota penerimaan mahasiswa di sekolah atau universitas kedokteran dengan maksud menambal kekurangan dokter di negara tersebut.  

Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel mengungkapkan, hingga Rabu (21/2/2024), setidaknya 7.813 dokter magang telah berpartisipasi dalam aksi mogok kerja. Jumlah itu meningkat tajam dibandingkan sehari sebelumnya ketika aksi dimulai, yakni sekitar 1600-an. Sementara itu terdapat 8.816 dokter magang yang telah mengajukan surat pengunduran diri. Jumlah itu setara 71,2 persen dari total dokter junior di Negeri Ginseng.

Baca Juga

Melambungnya jumlah dokter magang yang mogok kerja mengakibatkan terganggunya layanan kesehatan di Korsel. Banyak jadwal operasi dibatalkan oleh rumah sakit. Selain itu sejumlah pasien terpaksa harus dipindahkan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain karena ketiadaan staf medis.

Untuk mengatasi potensi gangguan terhadap layanan medis, pemerintah Korsel telah memperpanjang jam operasional di 97 rumah sakit umum dan membuka ruang gawat darurat di 12 rumah sakit militer untuk umum.

Kementerian Kesehatan Korsel telah memerintahkan 6.112 dokter magang yang memutuskan melakukan mogok kerja, kembali bekerja. “Saya ingin mengatakan sekali lagi bahwa panggilan dasar para profesional medis adalah untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat, dan setiap tindakan kelompok yang mengancam hal tersebut tidak dapat dibenarkan,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Korsel Park Min-soo.

“Tidak ada negara di dunia yang melihat pekerja medis mengambil tindakan kolektif ketika meninggalkan pasien yang sakit kritis dan darurat. Saya kecewa dan prihatin atas gagasan kelompok dokter yang percaya bahwa hak dokter lebih penting daripada nyawa pasien,” tambah Park.

The Korea Interns and Residents Association (KIRA), sekelompok dokter yang berpartisipasi dalam aksi mogok kerja mengatakan, mereka berhak menerima perlakuan lebih baik, termasuk gaji lebih besar. KIRA pun mengkritik keras rencana Pemerintah Korsel meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa kedokteran. Mereka menilai, hal itu merupakan taktik politik menjelang perhelatan pemilu pada April.

“Kami tidak bisa hanya duduk diam dan menyaksikan kebijakan medis yang dibangun hanya demi memenangkan pemilihan umum. Bahkan dalam kondisi pelatihan yang buruk, tidak ada satu pun warga yang ingin meninggalkan rumah sakit,” kata KIRA.

KIRA menuntut Pemerintah Korsel membatalkan rencana peningkatan jumlah mahasiswa kedokteran. Mereka menganggap rencana tersebut sebagai sesuatu yang konyol. Berdasarkan jajak pendapat Gallup Korea pekan lalu, sekitar 76 persen warga Korsel mendukung rencana pemerintah meningkatkan kuota penerimaan mahasiswa di sekolah atau universitas kedokteran.

Sebab telah beredar kekhawatiran tentang potensi kurangnya staf di bidang pediatri, unit gawat darurat, dan klinik di luar wilayah ibu kota Seoul. Populasi Korsel yang berjumlah 52 juta jiwa memiliki 2,6 dokter per 1.000 orang pada 2022. Angka itu jauh di bawah rata-rata negara-negara Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yaitu 3,7.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement