REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA- Venezuela dan Kolombia menunjukkan dukungannya kepada Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva yang mengkritik perang Israel di Gaza sehingga memicu sebuah krisis diplomatik.
Dalam sebuah program televisi pada Senin (19/2), Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyoroti bahwa Hitler adalah “monster yang diciptakan oleh elite Barat” dan menyesalkan bahwa “saat ini, aparat militer kriminal Israel mendapat dorongan, pendanaan dan dukungan yang sama.”
"Seperti yang dikatakan Presiden Lula pada pertemuan Uni Afrika, apa yang dilakukan pemerintah Israel adalah hal yang sama yang Hitler lakukan terhadap orang-orang Yahudi," ujar Maduro.
Selain Maduro, Presiden Kolombia Gustavo Petro juga menunjukkan dukungannya terhadap Presiden Brazil.
“Saya menyatakan solidaritas penuh saya dengan Presiden Brazil Lula. Di Gaza, terjadi genosida, dan ribuan anak-anak, perempuan dan warga lanjut usia dibunuh secara pengecut. Lula hanya mengatakan kebenaran, dan kebenaran (harus) dipertahankan, atau barbarisme akan memusnahkan kita,” kata Petro di X pada Selasa.
Sebelumnya, pada Ahad Presiden Brazil da Silva menyamakan perang di Gaza dengan kampanye Adolf Hitler untuk memberantas Yahudi.
“Apa yang terjadi di Jalur Gaza terhadap rakyat Palestina belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Sebenarnya, hal itu terjadi: ketika Hitler memutuskan untuk membunuh orang-orang Yahudi,” kata da Silva kepada wartawan di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, saat dia menghadiri pertemuan puncak Uni Afrika.
Atas pernyataannya, pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan da Silva sebagai "persona non grata" hingga dia mencabut pernyataannya.
Lula pada Senin memanggil pulang duta besar Brazil untuk Israel, Frederico Meyer, dan Kementerian Luar Negeri negara itu mengatakan akan memanggil duta besar Israel untuk Brazil, Daniel Zonshine, untuk pertemuan di Rio de Janeiro.
Presiden Petro dan Presiden Maduro telah mendesak Israel untuk mengakhiri perangnya di Gaza.
Perang Gaza mencapai titik kritis saat Israel menyerang Rafah, yang berbatasan dengan Mesir dan tempat di mana 1,4 juta orang mengungsi untuk menghindari pengeboman Israel. Para pengungsi berdesak-desakan di tenda-tenda dan apartemen dan tempat perlindungan sementara.
Mesir, Qatar, dan sekutu terkuat Israel, Amerika Serikat (AS) mencoba menengahi gencatan senjata untuk memulangkan 130 sandera yang ditawan Hamas dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu.
Negosiator menggelar pembicaraan di Kairo pada Selasa (13/2/2024) tapi belum ada tanda-tanda terobosan dalam perundingan tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk "berjuang hingga mendapatkan kemenangan penuh dan ini termasuk tindakan tegas di Rafah."
Baca juga: 4 Perkara yang Bisa Menghambat Rezeki Keluarga Menurut Alquran
Israel melancarkan serangan ke Gaza para pejuang Hamas melakukan serangan mendadak ke Israel selatan pada 7 Oktober setelah lalu. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.139 orang dan menyandera sekitar 250 orang lainnya.
Israel merespons dengan pemboman dan invasi darat yang menghancurkan di Gaza, menewaskan lebih dari 28.500 orang.
Perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur.