Rabu 28 Feb 2024 22:25 WIB

Angka Kelahiran Korsel Tahun 2023 Kembali Turun

Rata-rata perempuan yang memiliki bayi pada 2023 turun menjadi 0,72.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Angka kelahiran Korea Selatan (Korsel) yang sudah terendah di dunia mengalami penurunan kembali pada tahun 2023.
Foto: YONHAP/YNA
Angka kelahiran Korea Selatan (Korsel) yang sudah terendah di dunia mengalami penurunan kembali pada tahun 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Angka kelahiran Korea Selatan (Korsel) yang sudah terendah di dunia mengalami penurunan kembali pada tahun 2023. Kekhawatiran perempuan pada perkembangan karir dan tingginya biaya membesarkan anak membuat mereka menunda memiliki atau memutuskan untuk tidak memiliki anak sama sekali.

Data statistik Korsel menunjukkan rata-rata perempuan di usia produktif  yang memiliki bayi tahun 2023 turun menjadi 0,72 dari 0,78 pada tahun 2022.

Baca Juga

Jauh di bawah rata-rata 2,1 per perempuan yang diperlukan agar populasi tetap stabil dan di bawah angka tahun 2015 dengan rata-rata 1,24 per perempuan, ketika masalah ini muncul dan biaya perumahan dan pendidikan lebih rendah.

Sejak 2018 Korsel satu-satunya negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang angka kelahirannya di bawah 1. Meski pemerintah sudah menghabiskan miliaran dolar AS untuk mengatasi masalah penurunan populasi yang terjadi selama empat tahun berturut hingga 2023.

Korsel negara dengan kesenjangan upah gender terbesar di OECD. Penghasilan perempuan Korsel hanya dua pertiga dari pendapatan pria.

"Perempuan biasanya tidak bisa membangun pengalaman mereka untuk mendaki lebih tinggi di tempat kerja karena biasanya hanya mereka yang mengasuh anak (dan) biasanya harus kembali kerja setelah cuti panjang," kata profesor di Seoul Women's University Jung Jae-hoon, Rabu (28/2/2024).

"Memiliki bayi ada di daftar tapi ada ruang untung promosi dan saya tidak ingin dilewatkan," kata manajer junior di perusahaan produksi susu Korea yang sudah menikah selama tiga tahun, Gwak Tae-hee.

Gwak mempertimbangkan untuk memulai perawatan in vitro fertilisation (IVF) tahun lalu. Tapi akhirnya ia memilih sukarelawan proyek kerja untuk meningkatkan prospek karirnya.

"Saya tidak tahu di tempat lain tapi bekerja dua atau tiga hari per pekan tidak membawa membawa anda kemana-mana di perusahaan-perusahaan Korea, saya berharap tidak terlalu terlambat saat saya mencobanya tahun depan atau tahu depannya lagi," kata Gwak.

Krisis demografi Korsel menjadi risiko....

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement