REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia berpendapat upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina tidak akan membuahkan hasil jika hukum internasional tidak dihargai. Hal ini disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.
Dalam konferensi pers pada Rabu (28/2/2024), Zakharova mengatakan perdamaian berkelanjutan tidak bisa tercapai jika penyelesaian konflik dilakukan berdasarkan rencana Israel baru-baru ini.
Meski belum melihat keseluruhan rencana itu, Rusia meyakini bahwa berdasarkan data-data yang ada, rencana tersebut bertentangan dengan dasar-dasar hukum internasional terkait penyelesaian konflik Israel-Palestina, kata dia.
"Sejarah membuktikan inisiatif penyelesaian masalah di Timur Tengah pasti akan gagal jika tidak sesuai dengan keputusan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang memerintahkan agar negara Palestina didirikan sesuai perbatasan yang ditetapkan pada 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," katanya menegaskan.
Zakharova mengatakan gencatan senjata berkelanjutan di Jalur Gaza harus menjadi prioritas karena menjadi langkah yang mutlak diperlukan dalam penyelesaian komprehensif atas konflik Israel-Palestina.
"Untuk mencapai hal ini, kami, bersama pihak-pihak lain dengan tujuan yang sama, mengerahkan segala upaya di DK PBB. Sayangnya, Amerika Serikat menghalangi upaya-upaya tersebut," kata dia.
Dia juga menyoroti pentingnya kesatuan politis dan geografis penduduk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam upaya menyelesaikan konflik.
"Tanpa kesatuan itu, ada risiko situasi di zona konflik bisa kembali ke status quo sebelum 7 Oktober, yang pada akhirnya akan memicu lagi gelombang kekerasan, semakin banyak korban jiwa, dan kian meruntuhkan stabilitas Timur Tengah," kata Zakharova.
Dia menegaskan pentingnya penerapan inisiatif Rusia untuk menggelar konsultasi tingkat menteri bagi pihak-pihak luar yang terlibat dalam penyelesaian konflik di Timur Tengah.
Agresi militer Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan sedikitnya 29.954 warga Palestina dan mencederai lebih dari 70.000 orang lainnya.
PBB menyebut aksi Israel itu menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur Gaza rusak dan hancur, dan menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.
Menanggapi tuntutan Afrika Selatan atas agresi militer Israel itu, Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan awal pada 26 Januari yang memerintahkan Israel untuk berhenti melakukan genosida dan mengupayakan perbaikan kondisi kemanusiaan di Gaza.