Kamis 07 Mar 2024 15:14 WIB

Kelaparan Mulai Tewaskan Remaja dan Lansia di Gaza

Kementerian Kesehatan Gaza khawatir banyak yang syahid kelaparan di Gaza dalam diam.

Peserta aksi membawa panci kosong sebagai simbol kelaparan di Gaza di depan Kedubes Mesir, Jakarta, Senin (4/3/2024). Mereka meminta Mesir membuka jalur bantuan ke Gaza.
Foto: Republika/Prayogi
Peserta aksi membawa panci kosong sebagai simbol kelaparan di Gaza di depan Kedubes Mesir, Jakarta, Senin (4/3/2024). Mereka meminta Mesir membuka jalur bantuan ke Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kelaparan akut tak hanya membunuh anak-anak di Gaza. Seorang remaja dan lansia dilaporkan syahid akibat malnutrisi dan dehidrasi di Gaza, menambah korban jiwa akibat kelaparan mencapai 20 orang.

Kantor berita WAFA melaporkan, seorang remaja berusia 15 tahun dan seorang pria lanjut usia berusia 72 tahun, meninggal semalam di dua rumah sakit di Jalur Gaza utara karena kekurangan gizi parah dan dehidrasi.

Baca Juga

Menurut sumber, seorang anak laki-laki berusia lima belas tahun tersebut meninggal di kompleks medis Al-Shifa. Sementara seorang pria berusia 72 tahun, yang juga meninggal di Rumah Sakit Kamal Adwan akibat kekurangan gizi parah dan dehidrasi.

Sumber-sumber medis mengkonfirmasi bahwa jumlah korban kekurangan gizi dan dehidrasi di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 20 orang. Mereka  menekankan bahwa jumlah korban yang diumumkan hanya mencerminkan jumlah orang yang dapat mencapai rumah sakit, dan mencatat bahwa puluhan orang meninggal dalam senyap akibat kelaparan dan tidak bisa mencapai rumah sakit.

Selain melakukan bombardir brutal yang kini telah menewaskan 30 ribu lebih warga Gaza, Israel juga disebut secara konsisten dan tanpa dasar memblokir operasi bantuan untuk Gaza bahkan ketika daerah kantong tersebut semakin dilanda kelaparan. Hal ini merujuk laporan terbaru yang dirilis oleh kelompok kemanusiaan Refugees International.

Kelompok bantuan tersebut mendasarkan laporannya pada wawancara dengan puluhan pejabat pemerintah, pekerja kemanusiaan, dan staf LSM yang terlibat dalam upaya bantuan di lapangan dari Mesir, Yordania, dan Israel.

Mereka menemukan bahwa Israel “secara rutin dan sewenang-wenang” menghentikan bantuan yang sah untuk mencapai Gaza. Israel juga memberlakukan proses pemeriksaan bantuan yang berbelit-belit dan tidak memiliki “instruksi yang jelas atau konsisten”.

Selain itu, Israel secara reguler menolak konvoi kemanusiaan untuk masuk ke Gaza dan melancarkan “serangan terus-menerus terhadap fasilitas kemanusiaan, kesehatan, pangan, listrik, dan infrastruktur penting lainnya di Gaza”. Laporan tersebut menambahkan bahwa semua hal tersebut menunjukkan krisis kemanusiaan di Gaza disebabkan oleh “kebijakan dan tindakan Israel”.

Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, juga menyerukan bantuan dan gencatan senjata di Gaza. Ia mengatakan kepada Aljazirah bahwa negara-negara dengan pengaruh terbesar terhadap Israel harus mengambil kesempatan untuk mencapai gencatan senjata dan memberikan bantuan. 

Ia menyebut situasi di Gaza saat ini “tragis”. “Apa yang kami lihat adalah akibat dari operasi militer Israel yang sedang berlangsung di Gaza,” kata Dujarric. “Kita membutuhkan gencatan senjata kemanusiaan, kita membutuhkan pembebasan semua sandera. Tanpa gencatan senjata, kita tidak dapat melakukan pekerjaan kemanusiaan sebagaimana mestinya, kita tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di lapangan.”

“Sekarang, kami melakukan pekerjaan kemanusiaan kapan pun kami mempunyai kesempatan untuk melakukannya, kami berusaha menjangkau mereka yang membutuhkan sebanyak mungkin,” katanya. 

Ia menambahkan bahwa penyeberangan tambahan diperlukan selain penyeberangan di Rafah dan Karem Abu Salem. PBB telah memperingatkan bahwa kelaparan hampir tidak bisa dihindari di Gaza jika tidak ada tindakan untuk menghindarinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement