Kamis 07 Mar 2024 16:08 WIB

Akhir Jalan Nikki Haley ke Gedung Putih

Trump menolak berpartisipasi pada semua debat antara calon kandidat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Kandidat presiden dari Partai Republik, mantan Duta Besar PBB Nikki Haley berbicara dalam acara kampanye di Exeter High School di Exeter, NH, Ahad (21/1/2024).
Foto: AP Photo/Matt Rourke
Kandidat presiden dari Partai Republik, mantan Duta Besar PBB Nikki Haley berbicara dalam acara kampanye di Exeter High School di Exeter, NH, Ahad (21/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Nikki Haley mengakhiri tantangannya pada calon unggulan kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump. Memastikan mantan presiden itu akan kembali berhadapan dengan Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat dalam pemilihan November mendatang.

Haley yang merupakan mantan gubernur South Carolina dan Duta Besar AS untuk PBB di masa pemerintahan Trump, kalah di pemilihan pendahuluan Super Tuesday, Selasa (5/3/2024). Trump memenangkan 14 dari 15 kontes Partai Republik.

Baca Juga

"Sudah tiba waktunya mengakhiri kampanye saya, saya tidak menyesal," kata Haley pada pendukungnya di Charleston, Rabu (6/3/2024). Ia mengatakan Trump yang berulang kali meremehkan pencalonannya akan menjadi kandidat calon presiden dari Partai Republik. Tapi ia tidak akan mendukungnya.

"Kini tergantung pada Donald Trump untuk meraih suara dari orang-orang di partai kami dan di luar yang tidak mendukungnya, dan saya berharap ia melakukan itu," kata Haley. Berdasarkan pengalamannya dalam kebijakan luar negeri di PBB, Haley mengatakan penting AS mempertahankan kepemimpinan global.

Sepanjang kampanye Haley mengatakan AS harus membantu Ukraina membela diri melawan agresi Rusia, posisi yang berbeda dari Trump. "Jika kami mundur lebih jauh lagi akan lebih banyak perang bukannya berkurang," kata Haley.

Trump menggaet dukungan dari ketua Senat dari Partai Republik Mitch McConnell yang menurut beberapa anggota garis keras partai tidak cukup bersekutu dengan mantan presiden itu. "Seharusnya tidak mengejutkan ia menjadi kandidat, ia akan mendapat dukungan saya," kata McConnell yang mundur sebagai ketua Senat.

Belum ada tanda-tanda Trump akan memoderasi pesannya. Saat Haley kalah dalam kontes, Trump mengkritiknya sebelum ia mengajak pendukungnya bergabung dengan mantan presiden itu. "Nikki Haley dikalahkan tadi malam, dengan cara yang memecahkan rekor," tulis Trump di platform Truth Social

Sebaliknya Biden memuji Haley karena keberaniannya "mengungkapkan kebenaran" mengenai Trump dan mengundang pendukung Haley untuk mendukungnya. "Donald Trump menegaskan ia tidak menginginkan pendukung Nikki Haley, saya ingin tegaskan. Ada tempat bagi mereka di kampanye saya," kata Biden dalam pernyataannya.

Dalam unggahannya di Truth Social, Trump menegaskan kembali kesediaannya berdebat dengan Biden. Debat biasanya digelar setelah pemilihan konvensi pada Juli dan Agustus. "Itu percakapan yang akan kami lakukan di masa yang tepat di siklus ini," kata juru bicara kampanye Biden Michael Tyler menanggapi tantangan itu.

Trump menolak berpartisipasi pada semua debat antara calon kandidat Partai Republik. Haley satu-satunya calon kandidat presiden Partai Republik yang masih bertahan tapi ia tidak pernah menjadi ancaman besar bagi Trump yang masih mencengkram partai itu masih terjegal sejumlah masalah hukum.

Pertarungan ulang antara Trump yang berusia 77 tahun dan Biden berusia 81 tahun merupakan pertarungan ulang pertama sejak 1956. Salah satu persaingan yang tidak diinginkan rakyat Amerika. Jajak pendapat menunjukan angka dukungan Biden dan Trump rendah.

Pemilu ini diperkirakan akan sangat memecah belah di negara yang sudah dilanda polarisasi politik. Biden menganggap Trump sebagai bahaya eksistensial bagi prinsip-prinsip demokrasi, sementara Trump berusaha untuk meluruskan kembali klaimnya yang keliru ia menang pada tahun 2020.

Haley, 52 tahun, mendapat dukungan dari para donor berkantong tebal yang berniat menghentikan Trump untuk memenangkan nominasi presiden dari Partai Republik untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Terutama setelah ia mencatatkan serangkaian penampilan yang kuat dalam debat Partai Republik yang dilewatkan Trump.

Ia akhirnya gagal menarik perhatian para pemilih konservatif. Namun, penampilannya yang lebih kuat di kalangan Partai Republik moderat dan independen menunjukkan bagaimana gaya politik Trump yang keras dapat membuatnya rentan dalam pemilihan 5 November mendatang.

Seperti pada 2020, pemilihan tahun ini kemungkinan besar akan ditentukan beberapa negara bagian mengambang, berkat sistem Electoral College yang menentukan pemilihan presiden. Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin diperkirakan akan diperebutkan dengan ketat pada bulan November.

Isu utama pemilihan tahun ini ketidakpuasan pemilih dalam kebijakan ekonomi Biden. Meskipun tingkat pengangguran rendah, pasar saham yang sedang panas dan inflasi yang menurun. Kelemahan utama Biden lainnya adalah situasi perbatasan AS-Meksiko, di mana lonjakan migran membanjiri sistem setelah Biden melonggarkan beberapa kebijakan era Trump. Sikap keras Trump terhadap imigrasi termasuk janji untuk memulai upaya deportasi terbesar dalam sejarah merupakan inti dari kampanyenya, sama seperti pada tahun 2016. 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement