Shaima Shinar, yang melahirkan anak pertamanya selama perang, juga harus beralih ke alternatif lain. Ibu mertuanya memotong-motong pakaian untuk dijadikan popok.
"Saya tidak punya pilihan. Tidak mudah karena bahannya tidak nyaman, menyebabkan iritasi dan lecet pada kulit, saya juga harus mencucinya terus-menerus. Seperti yang Anda lihat, kami tinggal di tenda dan tidak ada air," kata Shinar.
Shinar melarikan diri dari Kota Gaza ke Deir el-Balah untuk menghindari pertempuran. Dia melakukan kunjungan singkat ke Mesir dua pekan sebelum konflik dimulai, tanpa mengetahui waktu kepulangannya akan menjadi bencana bagi dirinya dan anaknya yang saat itu belum lahir.
"Saya tidak pernah membayangkan dalam hidup saya, anak saya akan lahir dalam kondisi seperti itu, bagaimana mungkin saya tidak bisa menyediakan popok untuk anak saya? Tidak bisa menaruhnya di tempat tidur yang bersih dan tempat yang bersih, bukan di tenda yang dingin ini?" kata Shinar.
"Anak saya menderita dalam segala hal, saat ini, ia sedang pilek dan saya tidak bisa membeli obat, dan tidak ada pakaian atau popok," tambahnya.
Ibu baru ini menjelaskan ia sering mengembara dari satu lembaga ke lembaga lain untuk mencari bantuan, tetapi tidak berhasil.
"Kemarin, bayi saya kehabisan susu. Saya pergi ke salah satu tenda untuk mendapatkan dua sendok susu untuk memuaskan rasa laparnya.
"Kami, orang dewasa, bisa menanggungnya, tapi bagaimana dengan anak-anak?" katanya.