Selasa 12 Mar 2024 15:37 WIB

Jelang Pemilu, Narendra Modi Siap Implementasikan UU Anti Pengungsi Muslim 2019

UU kontroversial Modi beri kewarganegaraan India bagi pengungsi nonmuslim

Perdana Menteri India Narendra Modi pada hari peringatan ke-77 kemerdekaan India memberikan penghormatan ke monumen Mahatma Gandhi
Foto: AP
Perdana Menteri India Narendra Modi pada hari peringatan ke-77 kemerdekaan India memberikan penghormatan ke monumen Mahatma Gandhi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Beberapa pekan sebelum Perdana Menteri Narendra Modi kembali maju dalam pemilihan umum untuk masa jabatan ketiga. Pemerintah India mengumumkan peraturan untuk mengimplementasikan Undang-undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA).

Undang-undang kontroversial yang diloloskan pemerintah Modi pada 2019 itu memberikan kewarganegaraan India bagi pengungsi non-muslim dari negara-negara tetangga.

Undang-undang itu mendeklarasikan umat Hindu, Parsis, Sikhs, Buddha, Jain, dan Kristen dari negara mayoritas muslim seperti Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan yang tiba di India sebelum 31 Desember 2014 berhak mendapat kewarganegaraan.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan undang-undang tersebut "anti-muslim" karena tidak memasukan pengungsi muslim. Undang-undang itu juga meningkatkan pertanyaan mengenai karakter sekuler negara demokrasi terbesar di dunia.

Pemerintah India belum merancang peraturan untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut setelah unjuk rasa nasional pada Desember 2019. Kekerasan yang terjadi sepanjang demonstrasi itu menewaskan puluhan orang  di New Delhi, sebagian besar adalah muslim.

"Pemerintah Modi mengumumkan implementasi Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan," kata seorang juru bicara pemerintah India, seperti dikutip Aljazirah, Selasa (12/3/2024).

"Ini merupakan bagian integral dari manifesto (pemilu) BJP (Bharatiya Janata Party). Ini akan membuka jalan bagi orang-orang yang dipersekusi untuk mendapatkan kewarganegaraan di India," katanya merujuk partai berkuasa.

Kelompok-kelompok muslim mengatakan CAA dan Pendaftaraan Kewarganegaraan Nasional (NRC) dapat mendiskriminasi 200 juta umat muslim India, populasi muslim terbesar ketiga di dunia. Mereka khawatir pemerintah dapat menghapus kewarganegaraan muslim tanpa dokumen di beberapa negara bagian perbatasan.

Pemerintah Modi membantah tuduhan anti-muslim dan membela undang-undang itu dengan mengatakan CAA dibutuhkan untuk membantu kelompok minoritas yang menghadapi persekusi di negara mayoritas muslim.

Mereka mengatakan CAA dimaksudkan untuk memberikan kewarganegaraan, bukan merampasnya dari siapa pun, dan menyebut protes sebelumnya bermotif politik.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan penganiayaan terhadap umat Islam di bawah pemerintahan Modi yang mengambil alih jabatan perdana menteri pada tahun 2014 meningkat pesat. Sejak Modi berkuasa jumlah serangan terhadap umat Islam dan mata pencaharian mereka mengalami peningkatan, termasuk penghancuran rumah dan properti umat Islam.

Kasus hukuman mati tanpa pengadilan dengan dalih melindungi sapi yang dianggap suci sebagian umat Hindu, juga meningkat pada masa Modi berkuasa. Para kritikus percaya orang-orang pembela sapi yang main hakim sendiri yang biasanya beroperasi di pinggiran masyarakat kini menjadi arus utama setelah BJP berkuasa.

Laporan ujaran kebencian terhadap Muslim juga meningkat di negara ini. Pada tahun 2023 dengan rata-rata hampir dua peristiwa ujaran kebencian anti-Muslim per hari.

Sebuah laporan mengungkapkan tiga dari empat insiden ujaran kebencian terjadi di negara-negara bagian yang dikuasai BJP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement