REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Mohamad Hasan mengatakan Malaysia menggunakan semua jalur diplomatik yang ada, untuk menekan komunitas global, agar bertindak atas nama kemanusiaan dalam isu Palestina. Hal ini ia sampaikan dalam Forum Terbuka Mengenai Isu Palestina: Kampanye Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional - Apa Peran Malaysia? di Universiti Malaya.
"Pertama, untuk melembagakan gencatan senjata secepatnya dan permanen. Kedua, untuk membangun akses yang aman dan tanpa hambatan, untuk pengiriman bantuan. Dan ketiga, untuk memastikan akuntabilitas, untuk pelanggaran hukum internasional," katanya seperti dikutip dari The Sun, Selasa (19/3/2024).
Mohamad Hasan mengatakan, warga Malaysia harus mengerahkan kekuatan dan ketangguhan mereka dalam memperjuangkan perjuangan Palestina. Ia menekankan, meskipun jalan ke depan mungkin panjang dan menantang, Malaysia tidak akan pernah menyerah. "Melalui program wacana dan advokasi, kami bertujuan untuk menggalang lebih banyak dukungan dari pemerintah untuk berdiri di sisi kemanusiaan", tambahnya.
Mohamad Hasan mengatakan kedepannya upaya diplomasi dan hukum Malaysia akan dipandu tiga pilar, mengatasi akar masalah, menegakan hukum internasional dan mengakhiri impunitas. Ia menjelaskan penjajahan yang diderita rakyat Palestina selama puluhan tahun harus segera diakhiri.
Ia juga menekankan pentingnya mendesak masyarakat internasional mengakui kebijakan dan praktik-praktik Israel melanggar hukum internasional. Mohamad Hasan mengatakan untuk pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel, Malaysia akan bekerja sama dengan negara satu misi untuk menggunakan semua sarana yang relevan termasuk Dewan Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Internasional.
Pekan lalu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengkritik negara-negara Barat yang kurang bertindak pada kekejaman Israel di Gaza. "Ke mana kita telah membuang kemanusiaan kita, kenapa ada kemunafikan seperti ini?" kata Ibrahim dalam konferensi pers dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, di Berlin.
Saat ditanya apakah ia mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, dan apakah ia mendukung upaya membebaskan sandera Israel, Anwar mengatakan negara-negara Barat harus mengakhiri sikap "selektif" dan "ambivalen" mereka.
"Yang saya tolak keras adalah narasi ini, obsesi ini, seolah-olah seluruh masalah dimulai dan diakhiri pada tanggal 7 Oktober. Ini tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober, dan tidak berakhir pada tanggal 7 Oktober. Ini dimulai empat dekade sebelumnya, dan itu berlanjut setiap hari," katanya.
Rakyat dan pemerintah Malaysia sudah mendesak Israel mengakhiri serangannya ke Gaza sejak awal perang. Pada 22 Oktober, sekitar dua pekan usai meletusnya perang di Gaza ribuan warga Malaysia melakukan unjuk rasa yang diselenggarakan lembaga swadaya masyarakat kemanusiaan Viva Palestina Malaysia (VPM) dan MyCare.
Sebelumnya, masyarakat Malaysia juga menggelar pertemuan di Masjid Nasional pada 13 Oktober, dan demonstrasi ke Kedutaan Besar Amerika Serikat. Dalam unjuk rasa di Lapangan Merdeka terlihat bendera Palestina dan terdengar nyanyian "Bebaskan Palestina" yang diiringi suara tabuhan genderang.
The Straits Times melaporkan, penyelenggara menekankan aksi solidaritas ini tidak provokatif. Panitia meminta peserta aksi hadir menurunkan spanduk yang dinilai menghina pribadi seseorang termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
"Keamanan, tolong turunkan plakat itu," terdengar suara ketua VPM Musa Mohd Nordin. "Saya tidak peduli apakah ini kebenaran Anda," katanya kepada seorang pengunjuk rasa yang tidak disebutkan namanya.
Pengamat menemukan terdapat sekitar 10 ribu orang yang hadir dalam aksi tersebut. Menurut Dr Musa, lebih dari 20.000 orang turun ke jalan. Puncak dari unjuk rasa itu adalah pidato mantan anggota parlemen Permatang Pauh Nurul Izzah Anwar, putri Anwar Ibrahim.
Ia mengkritik negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris, atas dukungan mereka terhadap militer Israel. Ia mengatakan kedua negara itu tetap mendukung Israel meski pasukan Israel menyerang rumah sakit dan gereja di Gaza yang mengakibatkan kematian warga sipil, termasuk anak-anak.
"Ini bukan tentang agama. Warga Muslim dan Kristen Palestina dibantai. Itu sebabnya kita terbebani untuk memperjuangkan kebebasan Palestina dan mengembalikan pedoman moral kepada dunia," kata Nurul Izzah.