REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel tidak akan menyetujui konvoi Perserikatan Bangsa-Bangsa pembawa makanan masuk ke Jalur Gaza utara, kata kepala badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA), Ahad (24/3/2024). "Meski tragedi ini terjadi di bawah pengawasan kami, pemerintah Israel memberi tahu PBB bahwa mereka tidak akan lagi menyetujui konvoi makanan UNRWA ke utara," kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini di platform X.
"Ini keterlaluan dan disengaja untuk menghalangi bantuan penyelamatan nyawa selama bencana kelaparan yang disebabkan oleh manusia," tuturnya. Israel menuduh 12 dari 30 ribu pegawai UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan hampir 1.200 orang di Israel.
Beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), menangguhkan pendanaan mereka kepada badan pengungsi PBB tersebut sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan Israel itu. Namun, Uni Eropa, Kanada, dan Swedia mengumumkan awal bulan ini bahwa mereka akan melanjutkan pendanaan untuk UNRWA karena Israel belum memberikan bukti apa pun secara terbuka untuk mendukung tuduhan tersebut.
UNRWA dibentuk oleh Majelis Umum PBB lebih dari 70 tahun yang lalu untuk membantu warga Palestina yang terpaksa mengungsi dari tanah mereka. Badan tersebut memberikan dukungan penting pada jutaan pengungsi warga Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat, Yordania, Lebanon, Suriah, dan wilayah-wilayah lain tempat sejumlah besar warga Palestina yang terdaftar tinggal di sana.
Israel terus melancarkan serangan militer mematikan di wilayah Palestina sejak 7 Oktober 2023 dan memberlakukan blokade yang melumpuhkan dan menempatkan sebagian besar penduduk, khususnya penduduk Gaza utara, di ambang kelaparan.
Lebih dari 32.200 warga Palestina tewas dalam serangan-serangan Israel tersebut dan lebih dari 74.500 lainnya terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok. Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah itu telah rusak atau hancur, menurut PBB.