Kamis 28 Mar 2024 23:23 WIB

Amerika Serikat Klaim Serang Sistem Pertahanan Udara Houthi di Laut Merah

Amerika Serikat berupaya mengadang Houthi di Laut Merah.

Ilustrasi Houthi. Amerika Serikat berupaya mehadang Houthi di Laut Merah
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Ilustrasi Houthi. Amerika Serikat berupaya mehadang Houthi di Laut Merah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Amerika Serikat (AS) menghancurkan sistem udara tak berawak yang diluncurkan kelompok Houthi Yaman, kata Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) pada Rabu (28/3/2024).

"Antara pukul 2.00 hingga 2.20 pagi (waktu Sanaa) pada 27 Maret, Komando Pusat AS berhasil menyerang dan menghancurkan empat sistem udara tak berawak jarak jauh (UAS) yang diluncurkan oleh teroris Houthi yang didukung Iran di Yaman."

Baca Juga

"UAS ini diarahkan ke kapal perang AS dan terlibat dalam serangan pertahanan diri di Laut Merah," kata CENTCOM di X, seraya menambahkan bahwa tidak ada korban luka atau kerusakan yang dilaporkan pada kapal Amerika Serikat atau koalisi.

CENTCOM menyatakan bahwa senjata tersebut merupakan "ancaman nyata" bagi kapal Angkatan Laut dan kapal dagang Amerika Serikat di wilayah tersebut.

"Aksi ini diambil untuk melindungi kebebasan navigasi dan menjadikan perairan internasional lebih aman bagi kapal Angkatan Laut dan kapal dagang Amerika Serikat ," tambah mereka.

Kelompok Houthi Yaman telah menargetkan kapal kargo di Laut Merah yang dimiliki atau dioperasikan oleh perusahaan Israel atau yang mengangkut barang-barang ke dan dari Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina yang didera serangan Israel sejak 7 Oktober.

Laut Merah merupakan salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin baru-baru ini mengumumkan pembentukan misi multinasional, Operasi Penjaga Kemakmuran, untuk melawan serangan Houthi.  

Lebih dari 32.333 warga Palestina telah gugur dan lebih dari 74.694 lainnya luka-luka di tengah kehancuran massal dan kelangkaan bahan kebutuhan pokok.

Piagam PBB menetapkan bahwa semua resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum berdasarkan hukum internasional.

Dewan tersebut mengadopsi resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza selama Bulan Ramadhan, yang dimulai pada 11 Maret dan akan berakhir pada 9 April.

Sebanyak 14 negara di Dewan yang terdiri dari 15 anggota itu memilih mendukung resolusi yang diajukan oleh 10 anggota. Sementara itu, Amerika Serikat memilih abstain.

Resolusi tersebut menuntut "gencatan senjata segera selama Bulan Ramadhan yang dihormati oleh semua pihak, dan mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan dan langgeng".

Resolusi itu juga menekankan "pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat, serta memastikan akses kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan medis dan kebutuhan kemanusiaan lainnya."

Setelah resolusi tersebut disahkan, Duta Besar China untuk PBB Zhung Jun mengatakan kepada Dewan Keamanan: "Jika diterapkan secara menyeluruh dan efektif, (resolusi tersebut) masih bisa membawa harapan yang telah lama ditunggu-tunggu. Resolusi Dewan Keamanan mengikat."

Tanpa secara langsung menyebut nama Amerika Serikat dan Israel, Lin mengatakan Beijing "mengharapkan negara yang memiliki pengaruh signifikan untuk memainkan peran positifnya terhadap pihak-pihak terkait, termasuk dengan menggunakan semua cara yang diperlukan dan efektif untuk mendukung implementasi resolusi tersebut."

Dewan "harus terus memantau dengan cermat situasi di Gaza dan bersiap mengambil tindakan lebih lanjut bila diperlukan untuk memastikan implementasi resolusi secara tepat waktu dan menyeluruh," kata Lin.

"China akan terus melakukan upaya tanpa henti bersama dengan semua pihak untuk mengakhiri pertempuran di Gaza lebih awal, meringankan bencana kemanusiaan, dan menerapkan solusi dua negara," ujar Lin.

Sementara itu, lebih dari 32.400 warga Palestina telah terbunuh dan hampir 74.800 orang terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel dituntut akibat melakukan genosida di Mahkamah Internasional pada Januari.

Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan sela memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida, dan mengambil tindakan untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

photo
Kelaparan Esktrem di Gaza - (Republika)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement