Rabu 10 Apr 2024 09:42 WIB

Di Gaza, Perayaan Lebaran Kini Tinggal Kenangan

Sebelum perang, Lebaran biasa dipersiapkan dengan meriah sejak jauh hari.

 Perempuan pengungsi Palestina menyiapkan kue tradisional sebelum Idul Fitri, yang menandai akhir bulan suci Ramadhan, di dalam tenda di kamp Rafah di selatan Jalur Gaza, (9/4/2024).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Perempuan pengungsi Palestina menyiapkan kue tradisional sebelum Idul Fitri, yang menandai akhir bulan suci Ramadhan, di dalam tenda di kamp Rafah di selatan Jalur Gaza, (9/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Idul Fitri, hari Raya yang menandai berakhirnya puasa Ramadhan, akan dimulai pada Rabu, (10/4/2024). Di Indonesia, yang berpenduduk 220 juta jiwa dan merupakan salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, perayaan ini disebut Lebaran. 

Diperkirakan 193 juta orang Indonesia akan pulang kampung untuk merayakannya selama seminggu penuh bersama keluarga mereka. Eksodus besar-besaran warga dari ibu kota, Jakarta, biasanya menimbulkan kemacetan berjam-jam, terutama di pulau utama Jawa.

Baca Juga

Namun di seluruh dunia Muslim, pelaksanaan Ramadhan tahun ini dibayangi oleh perang di Gaza, di mana respons militer Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, telah menewaskan sedikitnya 33 ribu orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Dalam serangan itu, Hamas membunuh 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang pada hari itu. Saat Idul Fitri dimulai, Gaza kini tengah berada di ambang kelaparan. Meskipun lebih banyak bantuan mulai mengalir ke Gaza, para pengungsi Palestina yang mencari perlindungan mengatakan bahwa pasokan tersebut tidak cukup untuk menghadapi kondisi yang semakin mengerikan.

“Makanan tidak cukup. Saya belum menerima kotak itu dalam dua bulan. Kemarin, kami mendapat sebuah kotak yang tidak cukup untuk saya atau anak-anak saya dan 18 orang lainnya bersama kami. Jika satu orang mendapat sebuah kotak setiap hari, itu tidak akan cukup,” kata Fayez Abdelhadi di sebuah kamp di Gaza, dikutip dari VOA, Rabu, (10/4/2024). 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan anak-anak meninggal akibat komplikasi yang terkait dengan kekurangan gizi dan kelaparan sejak bulan lalu dan mencatat bahwa kurangnya pasokan medis telah menyebabkan kematian lain yang sebenarnya dapat dicegah.

Momen Penuh Kemeriahan

Dikutip dari Mondoweiss, di tengah dengung drone Israel di atas kepala dan ledakan yang bergema di kejauhan, persiapan Idul Fitri di Gaza, biasanya selalu dilakukan jauh-jauh hari.  Dua pekan sebelum Lebaran, banyak orang yang keluar untuk berbelanja, membeli semua kebutuhan untuk merayakan acara tersebut.

Setiap tempat kecil di Gaza akan didekorasi. Makanan dan makanan penutup tersedia, termasuk kurma kualitas terbaik, dan ada pula biskuit bundar kecil yang dimakan di seluruh dunia Arab untuk merayakan Idul Fitri. 

Biskuit biasanya ditaburi gula halus dan diisi dengan berbagai isian, termasuk pasta kurma, kacang-kacangan, kenari, pistachio, lokum, atau campuran segala sesuatu yang dimaniskan dengan madu. Seringkali, kita akan menemukan sejenis ikan fermentasi yang dikenal sebagai fesikh yang berasal dari Mediterania dan Laut Merah, makanan Idul Fitri yang populer di Gaza. 

Aromanya yang asin dan asin akan memenuhi udara di pasar. Belanja wajib untuk Idul Fitri termasuk membeli pakaian baru. Toko-toko dan mal yang ramai di Gaza dulunya dipenuhi dengan beragam pakaian yang mempesona, mulai dari gaun kecil untuk anak perempuan hingga pakaian mini untuk anak laki-laki, selain gaun elegan yang dibeli khusus untuk salat Idul Fitri. 

Keluarga biasa mendekorasi rumahnya untuk mengantisipasi datangnya Idul Fitri. Biasanya, menjelang Idul Fitri, anak-anak sangat menantikan manisan yang disiapkan oleh ibunya untuk siap disantap.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement