REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Media Israel melaporkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak mendapat pemberitahuan dari Israel Defense Force (IDF) mengenai rencana pembunuhan tiga putra pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Gaza. Sementara itu, kantor berita Palestina, Wafa, mengutip seorang pejabat senior Israel yang mengatakan baik Netanyahu maupun Menteri Pertahanan Yoav Gallant tidak diberi tahu rencana serangan itu.
Serangan tersebut digelar militer Israel dan badan intelijen Shin Bet. Pejabat itu mengatakan Mohammad dan Hazem Haniyeh menjadi target karena mereka pejuang Hamas, bukan karena mereka putra pemimpin politik Hamas.
Militer Israel tidak memberikan komentar mengenai laporan yang menyebutkan serangan itu juga menewaskan empat cucu Haniyeh. Kantor Perdana Menteri juga tidak bisa dimintai komentar.
Pembunuhan keluarga Haniyeh menambah kompleksitas negosiasi kesepakatan gencatan senjata dan pemulangan 133 sandera yang diyakini masih ditawan di Gaza.
"Saya hanya berharap ini tidak berdampak pada negosiasi, saya berharap tidak membuat Hamas menerapkan syarat berat dalam kesepakatan," kata warga Israel, Ofri Levy Bibas yang saudara laki-lakinya Yarden Bibas dan istri dan dua anak mereka masih ditawan di Gaza, Kamis (11/4/2024).
Surat kabar konservatif Israel Hayom mengutip perwira militer yang tidak disebutkan namanya mengatakan serangan itu sesuai dengan prosedur. Tetapi, terdapat pertanyaan apakah menyerang target sensitif tetap harus dilakukan tanpa berkonsultasi dengan atasan.
Surat kabar Haaretz yang kerap mengkritik pemerintah Netanyahu menyebut pembunuhan anak-anak Haniyeh dan serangan ke kantor konsulat Iran di Suriah yang menewaskan jenderal Garda Revolusi sebagai "aksi agresi yang proaktif, dirancang menggagalkan semua peluang kesepakatan sandera".
Pembunuhan anak-anak Haniyeh dilakukan beberapa hari setelah dua perwira Israel dipecat karena salah melakukan penilaian. Dia juga terbukti melanggar prosedur operasi dalam serangan yang membunuh tujuh pekerja kemanusiaan World Central Kitchen.