Kamis 18 Apr 2024 22:45 WIB

Filipina Desak China Renungkan Tindakannya yang Ancam Stabilitas Regional 

Filipina ingatkan bahaya manuver China di Laut China Selatan

Struktur dan bangunan China di pulau buatan di Fiery Cross Reef di gugusan pulau Spratly di Laut China Selatan.
Foto: AP/Aaron Favila
Struktur dan bangunan China di pulau buatan di Fiery Cross Reef di gugusan pulau Spratly di Laut China Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW— Kementerian Luar Negeri Filipina pada Kamis mendesak China untuk "“merenungkan tindakannya sendiri” di Laut China Selatan dan berpendapat bahwa klaim “berlebihan” yang dilakukan China di jalur perairan tersebut membahayakan perdamaian dan stabilitas regional,

Hal ini disampaikan Kemenlu Filipina setelah Beijing mengkritik KTT AS-Jepang-Filipina pertama pada 11 April di Washington, DC. Setelah KTT tersebut, China mengatakan pihaknya menentang politik kelompok kecil dan “mentalitas Perang Dingin” serta menolak “apa pun yang menciptakan dan meningkatkan ketegangan.”

Baca Juga

"Sumber ketegangan di wilayah kita telah kita ketahui bersama. China seharusnya merenungkan tindakannya sendiri di Laut China Selatan dan Laut Filipina Barat. Klaim maritim China yang berlebihan dan perilaku agresifnya, termasuk militerisasi wilayah yang direklamasi, telah merusak perdamaian dan stabilitas regional serta meningkatkan ketegangan,” menurut pernyataan Kemenlu Filipina.

Manila juga meminta Beijing untuk menghindari menyatakan bahwa referensi yang “tidak beralasan” tentang Perang Dingin karena hal tersebut “membuat sensasional” situasi dan salah menggambarkan tujuan kerja sama Amerika Serikat-Jepang-Filipina. lanjut pernyataan itu.

"Kerja sama trilateral adalah kerangka kerja mitra dan kerjasama untuk mempromosikan perdamaian, kestabilan dan kemakmuran ekonomi di wilayah Indo-Pasifik. Ini adalah aspirasi mengagumkan yang tidak boleh dianggap sebagai ancaman oleh negara cinta damai mana pun,” tambahnya.

Ketegangan mengenai afiliasi perairan yang memisahkan China dan Filipina telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk insiden pada Maret ketika Penjaga Pantai China menggunakan meriam air terhadap kapal pasokan Filipina, yang memicu kecaman dari Filipina.

Afiliasi teritorial beberapa pulau dan terumbu karang di Laut China Selatan, termasuk Second Thomas Shoal yang dikuasai Filipina, telah menjadi sumber perselisihan antara China, Filipina, dan beberapa negara Asia-Pasifik lainnya selama beberapa dekade. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement