REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Ahad, (21/4/2024) bersumpah akan meningkatkan "tekanan militer" terhadap Hamas di tengah serangan mematikan di Jalur Gaza. "Dalam beberapa hari ke depan, kami akan meningkatkan tekanan politik dan militer pada Hamas karena itulah satu-satunya jalan untuk membebaskan para sandera," ujar Netanyahu dalam pidato yang dirilis kantornya pada malam perayaan Paskah Yahudi.
Mengenai kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas yang diharapkan, Netanyahu mengklaim bahwa “Hamas mendapat dorongan dari tekanan yang dikenakan pada Israel.” "Semua usulan untuk membebaskan sandera ditolak mentah-mentah oleh Hamas," kata perdana menteri Israel itu.
Belum ada tanggapan dari Hamas mengenai tuduhan itu. Tekanan dari keluarga sandera dan pihak oposisi terhadap pemerintahan Netanyahu semakin meningkat. Mereka terus mendesak pemerintah mencapai kesepakatan pertukaran dengan Hamas.
Kelompok perlawanan Palestina itu, yang diduga menawan 133 sandera, menuntut Israel menghentikan serangan brutal di Jalur Gaza sebagai imbalan atas perjanjian pertukaran sandera-tahanan dengan pemerintah Israel. Hampir 34.100 warga Palestina terbunuh dan 76.800 lainnya terluka dalam serangan gencar Israel sejak 7 Oktober 2023, di tengah kehancuran massal dan kekurangan bahan kebutuhan pokok.
Israel sendiri mengatakan hampir 1.200 orang di pihaknya tewas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Kesepakatan sebelumnya pada November berhasil membebaskan 81 warga Israel dan 24 warga asing dengan imbalan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.
Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).