Senin 22 Apr 2024 20:10 WIB

Reaksi Keras China Hadapi Tudingan Xenofobia dari AS

AS diminta secara serius melakukan persaingan yang sehat.

Presiden AS Joe Biden berbicara pada acara kampanye di Pusat Komunitas Pearson di Las Vegas Utara, Nevada, AS, (4/2/2024).
Foto: EPA-EFE/DAVID BECKER
Presiden AS Joe Biden berbicara pada acara kampanye di Pusat Komunitas Pearson di Las Vegas Utara, Nevada, AS, (4/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Luar Negeri China mempertanyakan maksud ucapan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menuduh China bersikap "xenofobia" dan curang dalam hubungan dagang. "Kami hanya punya satu pertanyaan untuk AS. Apakah kata-kata tersebut ditujukan untuk China atau AS sendiri?" kata Juru Bicara Kemenlu China Lin Jian dalam konferensi pers rutin pada Kamis (18/4/2024) di Beijing, China.

Pernyataan itu ia sampaikan ketika menanggapi ucapan Biden di hadapan para pekerja industri baja di Pittsburgh pada Rabu (17/4.2024) bahwa China punya "masalah nyata". Biden menyebutkan, "Mereka memiliki populasi lebih banyak orang yang pensiun dari pada angkatan kerja. Mereka tidak mengimpor apa pun, mereka xenofobia, tidak ada yang datang, yang lain masuk. Mereka punya masalah nyata," ujarnya saat itu. 

Baca Juga

Xenofobia merupakan perasaan benci, takut, atau waswas terhadap orang asing atau sesuatu yang belum dikenal. Lin meminta AS secara serius melakukan persaingan yang sehat dan mematuhi peraturan WTO.

"Segera mencabut semua tindakan proteksionisme perdagangan terhadap China. China akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya," ujar sang jubir. Dalam pidatonya di hadapan pemilih dari kalangan pekerja "United Steelworkers" dalam kampanye di negara bagian Pennsylvania, Joe Biden juga mengatakan akan ada kenaikan tarif baja terhadap China.

Biden menyebutkan, dirinya telah meminta Perwakilan Dagang AS untuk menaikkan tarif hingga tiga kali lipat untuk baja dan aluminium China jika Beijing terkonfirmasi menggunakan praktik antipersaingan. Artinya, tarif impor baja dan aluminium dari China dapat menjadi 7,5 persen.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen juga mengatakan terjadi kelebihan pasokan kapasitas industri dari hasil energi baru terbarukan (EBT) China, salah satunya kendaraan listrik. AS, kata Yellen, tidak akan membiarkan terulangnya kejadian pada 2000-an yaitu saat barang impor China menghancurkan sekitar dua juta manufaktur di AS.

Namun dalam sebuah pertemuan meja bundar di Paris pada 7 April 2024, Menteri Perdagangan China Wang Wentao mengatakan, perkembangan pesat para manufaktur kendaraan listrik China merupakan hasil dari inovasi teknologi yang berkesinambungan.  Perkembangan itu, ujarnya, juga merupakan buah dari sistem rantai pasokan yang mapan serta persaingan pasar yang penuh, bukan karena subsidi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement